Indonesia Bidik Perdagangan Karbon dari Gambut hingga Limbah

Ringkasan
- Komisi II DPR mengusulkan pemilu ulang jika kotak kosong menang dalam Pilkada 2024 untuk menghindari penjabat memimpin daerah tanpa kepala daerah definitif terlalu lama.
- Pemilu ulang disarankan dilakukan paling lambat setahun setelah Pilkada karena kewenangan penjabat lebih terbatas daripada kepala daerah definitif, sehingga dapat mengganggu pembangunan dan pemerintahan.
- Komisi II, KPU, Bawaslu, dan Pemerintah akan menggelar rapat untuk merumuskan alternatif penyelenggaraan pilkada ulang, apakah pada tahun berikutnya (2025) atau periode berikutnya (2029).

Pemerintah tengah mengejar kerja sama dengan berbagai pihak untuk perdagangan karbon dari sejumlah sektor, termasuk sampah dan limbah. Kerjasama dalam bentuk mutual recognition arrangement (MRA) tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan perdagangan karbon Indonesia.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Diaz Hendropriyono, mengatakan Indonesia memiliki potensi solusi berbasis alam (nature based solutions/NBS) untuk masuk bursa karbon. Potensi tersebut misalnya dari sektor gambut, sampah, dan limbah yang masih dapat dikembangkan termasuk pemanfaatan untuk energi.
Indonesia sudah mengembangkan kerja sama MRA dengan Jepang yang diumumkan dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Azerbaijan pada akhir tahun lalu. Kerja sama bilateral ini dalam kerangka Perjanjian Paris, khususnya Pasal 6.2.
"Kita coba untuk mencari partner-partner lain selain Jepang. Jadi ada mungkin proyek waste to energy bisa kita dorong," kata Diaz usai acara Climate Policy Outlook 2025 yang diadakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Kamis sore (20/2).
Dia mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi kerja sama dalam bidang pengelolaan sampah dari sampah yang belum terkelola di tempat pemrosesan akhir (TPA) open dumping atau yang melakukan pembuangan secara terbuka.
Perdagangan Karbon RI Belum Menarik
Diaz mengatakan perdagangan atau bursa karbon Indonesia yang dibuka ke pasar internasional saat ini pergerakannya tidak terlalu menarik. Sebagaimana diketahui, perdagangan karbon Indonesia yang dibuka untuk pasar internasional dilaksanakan pada 20 Januari 2025.
“Tapi memang harus diakui juga pergerakannya (perdagangan karbon) tidak begitu menarik,” ujarnya.
Diaz memperkirakan pelaku pasar kemungkinan besar lebih tertarik kepada kredit karbon yang berasal dari alam atau NBS. Pasalnya, sebagian besar kredit karbon yang diperdagangkan di Indonesia berasal dari pembangkit energi baru terbarukan (EBT).