Pemprov Bali Larang Peredaran Air Kemasan di Bawah 1 Liter Mulai 1 Januari 2026

Image title
6 Juni 2025, 19:25
bali, sampah plastik, air minum, kementerian lh
ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/bar
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq (kedua kanan) menyerahkan penghargaan kepada Gubernur Bali Wayan Koster (kedua kiri) disaksikan Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk (kanan), Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa (tengah), Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Rut Kruger Griven (kiri) saat peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 di Pantai Kuta, Badung, Bali, Kamis (5/6/2025). Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 mengambil tema Hentikan Polusi Plastik sebagai seruan aksi nasional
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Gubernur Bali Wayan Koster meminta para pengusaha di Bali untuk mematuhi aturan pemerintah daerah untuk membatasi penggunaan plastik sekali pakai untuk menekan timbulan sampah plastik.

Koster telah mengeluarkan aturan terkait pelarangan produksi botol air dalam kemasan di bawah 1 liter yang akan dimulai pada 1 Januari 2026. larangan tersebut tercantum dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah yang mengatur ketentuan tentang pengelolaan sampah berbasis sumber, pemanfaatan sampah organik, hingga pengurangan sampah plastik sekali pakai.

Dalam surat itu, penggunaan plastik sekali pakai seperti kantong dan sedotan dilarang di berbagai tempat, termasuk kantor pemerintahan, pasar, tempat usaha, lembaga publik, hingga tempat ibadah. Pihak pengelola tempat dan fasilitas tersebut wajib memiliki sistem pengelolaan limbah dan polusi yang memadai, misalnya, pemilahan sampah, pengomposan bahan organik, dan tempat daur ulang sampah anorganik.

Pasalnya, sampah plastik menjadi masalah yang memengaruhi sejumlah destinasi wisata yang populer di Pulau Dewata. Adapun, hampir semua lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) di seluruh pulau tersebut telah mencapai kapasitas maksimum, dengan sebagian besar sampah terdiri dari plastik sekali pakai, khususnya botol air mineral dalam kemasan.

"Para pelaku usaha harus segera menghentikan produksi mereka dan menjual stok yang tersisa. Per tahun depan, botol air mineral (dalam kemasan) di bawah satu liter tidak akan lagi diedarkan di seluruh Bali. Bali merupakan tempat yang dikagumi berkat budaya dan alamnya. Jika penuh dengan sampah, siapa yang akan berkunjung? Jika wisatawan menghilang, ekonomi akan berhenti tumbuh," ujarnya dilansir Antara, Jumat (6/6).

Pemprov Bali sendiri sebelumnya sudah memanggil produsen air minum dalam kemasan (AMDK) untuk menjalankan komitmen ini, dan kini giliran pelaku usaha seperti pengusaha perhotelan, restoran, pasar moderen, dan pengelola wisata. Menurut Koster, komitmen ini untuk menjaga alam beserta budaya Bali.

Dalam surat itu, penggunaan plastik sekali pakai seperti kantong dan sedotan dilarang di berbagai tempat, termasuk kantor pemerintahan, pasar, tempat usaha, lembaga publik, hingga tempat ibadah. Pihak pengelola tempat dan fasilitas tersebut wajib memiliki sistem pengelolaan limbah dan polusi yang memadai, misalnya, pemilahan sampah, pengomposan bahan organik, dan tempat daur ulang sampah anorganik.

Bagi pihak yang tidak mematuhi aturan ini, izin usahanya terancam dicabut. Sementara itu, desa yang mengabaikan kebijakan tersebut berisiko tidak lagi menerima bantuan sosial dari pemerintah.

Upaya menjaga alam Bali ini dikaitkan dengan pariwisata yang menunjang ekonomi dan dikerjakan para pelaku usaha tersebut sehari-hari. Untuk itu, Koster meyakini jika lingkungan alam Bali kotor dan pelaku usaha tidak menjalankan kebudayaan Bali, maka wisatawan tak akan berkunjung.

Selain mengurus sampahnya sendiri, Pemprov Bali mengajak pelaku usaha gencar mengaplikasikan energi terbarukan di usahanya sehingga energi bersih mengantarkan Bali ke pariwisata berkelanjutan.

"Gerakan ini bahkan sudah mendapatkan pujian langsung dari Menteri Lingkungan Hidup karena Bali kembali lagi menjadi pionir dalam bidang lingkungan, jadi tidak ada pilihan, mulai sekarang saya minta Anda semua untuk bekerja bersama saya mulai lah gerakan Bali bebas sampah di lingkungan Anda," katanya.

Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, yang dioperasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, tumpukan sampah di Bali tahun lalu mencapai 1,2 juta ton, dengan Denpasar sebagai kontributor terbesar, menghasilkan limbah sekitar 360.000 ton.

Dukungan dari Kementerian LH

Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq meminta produsen untuk menaati aturan pemerintah daerah untuk membatasi penggunaan plastik sekali pakai untuk menekan timbulan sampah plastik.

Menteri LH mengapresiasi Gubernur Bali Wayan Koster yang mengeluarkan aturan mengenai pembatasan botol air kemasan di bawah satu liter, dengan hanya satu produsen yang belum menyatakan kesanggupan mematuhi ketentuan tersebut.

"Tadi disampaikan oleh Pak Gubernur adalah salah satu produsen yang tidak, belum mendukung upaya Pak Gubernur menuju Bali bersih. Saya ingatkan hari ini, secepatnya mengikuti apa yang diarahkan Pak Gubernur atau akan berhadapan dengan Menteri Lingkungan Hidup," kata Hanif.

Dia mengingatkan adanya urgensi untuk menekan sampah plastik, merujuk kepada laporan United Nations Environment Programme (UNEP) pada 2021 bahwa terdapat produksi 400 juta ton plastik setiap tahun, hanya 10 persen di antaranya yang berhasil didaur ulang.

Situasi tersebut juga dijumpai di Indonesia, karena Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) telah melaporkan dari 34,2 juta ton sampah pada 2024 dari 317 kabupaten/kota, sebanyak 19,74 persen di antaranya adalah sampah plastik.

Padahal, jelasnya, hanya 39,01 persen sampah nasional yang terkelola dengan layak, sementara sisanya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) open dumping atau pembuangan terbuka, dibakar atau bahkan mencemari lingkungan.

Dia meminta keterlibatan dunia usaha untuk menekan timbulan sampah plastik, dengan merancang produk yang bisa didaur ulang.

"Tolong diingat kepada semua dunia usaha tidak ada alasan lagi untuk tetap memproduksi plastik yang tidak bisa kita olah dan susah kita daur ulang, yang susah kita tangkap lagi di lapangan. Semisal plastik saset kecil," kata Hanif.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...