ICJL Kritik Pemerintah Beri Izin Usaha Tambang ke Koperasi dan Ormas
Indonesia Climate Justice Literacy (ICJL) menolak Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara. Regulasi ini memberi hak pada koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan organisasi masyarakat untuk mengelola izin usaha tambang mineral dan batu bara hingga 2.500 hektare.
“PP ini berpotensi besar merusak lingkungan hidup dan memperparah krisis ekologi di Indonesia,” kata Pendiri ICJL, Firdaus Cahyadi, dalam keterangan tertulis, Jumat (10/10).
Dengan luas pertambangan mencapai 2.500 hektare, potensi degradasi hutan, pencemaran air, dan hilangnya keanekaragaman hayati semakin tinggi.
Menurutnya, narasi pemerintah untuk pemerataan ekonomi dan mendorong pengusaha lokal, ditujukan agar publik menormalisasi kebijakan yang merusak alam.
“Sektor pertambangan, terlepas dari siapa pengelolanya, adalah sektor dengan risiko lingkungan tertinggi,” tambah Firdaus.
Sebelumnya, Menteri Koperasi Ferry Juliantono mengatakan, kebijakan terbaru ini sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945, yang menyebut pemanfaatan sumber daya alam dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Termasuk melalui koperasi.
Ia juga menyebut regulasi ini sebagai penanda era baru keterlibatan koperasi dalam pengelolaan sumber daya nasional. Ini membuka peluang pengelolaan tambang yang tak terbatas pada koperasi sebagai lembaga ekonomi kerakyatan.
Butuh Modal dan Keahlian untuk Pengelolaan Optimal
Firdaus menambahkan, perlu keahlian teknis dan modal finansial sangat besar untuk reklamasi pasca tambang, mitigasi polusi air asam tambang, dan pengelolaan limbah B3. Sementara itu, koperasi maupun usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) umumnya belum bisa menjamin kepatuhan standard lingkungan yang ketat.
“Risiko kegagalan reklamasi dan pencemaran permanen menjadi sangat tinggi,” kata Firdaus.
Pada kesempatan sebelumnya, Menkop menjelaskan akan ada peningkatan kapasitas manajerial, permodalan, dan kolaborasi lintas sektor untuk meningkatkan daya saing koperasi.
“Ini saatnya membuktikan bahwa koperasi bukan pemain pinggiran,” kata Ferry beberapa waktu lalu.
ICJL menambahkan, pemberian izin usaha pertambangan (IUP) tanpa tender murni berpotensi membuka area konservasi atau lahan produktif yang sebelumnya dilindungi. Hal tersebut dapat memicu konflik agraria dan tumpang tindih lahan yang merugikan masyarakat.
Dengan regulasi yang kurang ketat, muncul efek berganda bencana. Banyaknya entitas kecil yang beroperasi membuat pengawasan pemerintah menjadi tidak efektif dan terfragmentasi.
“Hal ini menciptakan celah besar bagi praktik penambangan yang tidak bertanggung jawab,” ujar Firdaus.
