Ambang Batas Perubahan Iklim Terjadi Berdekatan dengan COP30
Global Tipping Points Report memperkirakan points of no return atau titik kritis di mana kita tidak bisa kembali, muncul beberapa minggu menjelang pertemuan puncak iklim COP30 tahun ini di Brasil, pada November mendatang.
Pemanasan global melewati ambang batas bahaya lebih cepat dari yang diperkirakan karena perubahan iklim. Bahkan, terumbu karang dunia kini mengalami kematian yang hampir tidak bisa dipulihkan.
Dua tahun terakhir menjadi tahun terhangat yang pernah tercatat di bumi. Gelombang panas laut membuat 84% terumbu karang dunia memutih atau bahkan mati. Padahal, terumbu karang menopang seperempat kehidupan laut.
"Perubahan terjadi dengan cepat sekarang, tragisnya, di beberapa bagian iklim, biosfer," kata Peneliti Lingkungan University of Exeter sekaligus peneliti utama laporan, Tim Lenton, dikutip dari Reuters, Senin (13/10).
Jika suhu terus meningkat melampaui 1,5 derajat Celsius, sistem hutan hujan berisiko runtuh. Penggundulan hutan jadi salah satu faktornya. Selain itu, Atlantic Meridional Overturning Circulation, yang membantu memastikan musim dingin ringan Eropa Utara, terancam karena peningkatan suhu Bumi.
“Laporan baru ini memperjelas, setiap tahun terjadi peningkatan dalam skala besar dan berdampak negatif perubahan iklim,” ujar Peneliti Senior di CSIRO Climate Science Centre Australia, Pep Canadell.
Masih Terdapat Tanda Positif
Lenton mencatat, tahun ini energi terbarukan menyumbang lebih banyak pembangkit listrik daripada batu bara. Ini menjadi yang pertama kalinya, menurut lembaga riset nirlaba Ember.
Dilansir dari The Guardian, selama enam bulan pertama tahun 2025, energi terbarukan tidak hanya mampu memenuhi kenaikan permintaan listrik global, tetapi juga mendorong penurunan kecil pada penggunaan batu bara dan gas.
Produksi tenaga surya meningkat hampir 33% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, memenuhi 83% dari total kenaikan permintaan listrik dunia. Sementara itu, tenaga angin tumbuh 7%, menjadikan total pembangkit energi bersih untuk pertama kalinya melampaui bahan bakar fosil dalam kontribusi terhadap sistem listrik global.
“Tenaga surya dan angin kini tumbuh cukup cepat untuk memenuhi peningkatan kebutuhan listrik dunia. Ini menandai awal dari pergeseran besar, di mana energi bersih mulai mampu mengimbangi pertumbuhan permintaan listrik global,” kata Magorzata Wiatros-Motyka, analis senior listrik di Ember sekaligus penulis laporan tersebut.
Para peneliti ini mendorong negara-negara di COP30 nanti untuk bekerja sama menurunkan emisi karbon penyebab pemanasan iklim.
Termasuk agar karang dunia pulih, perlu peningkatan aksi iklim secara drastis hingga mengembalikan suhu hanya 1 derajat Celsius di atas rata-rata pra-industri.
