Deforestasi Naik Jelang Pilkada, Hutan Jadi Modal Politik di Sumatra

Image title
19 Desember 2025, 14:53
Sejumlah Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) jinak yang ditunggangi mahout membersihkan puing kayu yang menutupi jalan dan pemukiman warga akibat bencana alam di Desa Meunasah Bie, Pidie Jaya, Aceh, Senin (8/12/2025). Balai Konservasi Sumber Daya
ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/nz.
Sejumlah Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) jinak yang ditunggangi mahout membersihkan puing kayu yang menutupi jalan dan pemukiman warga akibat bencana alam di Desa Meunasah Bie, Pidie Jaya, Aceh, Senin (8/12/2025). Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengerahkan empat ekor gajah jinak untuk membantu membersihkan puing kayu yang menutupi rumah penduduk pascabencana banjir bandang di Kabupaten Pidie Jaya.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Laporan Landscape Advisory menyebut deforestasi di Sumatra cenderung meningkat menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Peneliti Landscape Advisory, Agus P. Sari mengatakan para calon kepala daerah menjadikan izin konsesi sebagai alat transaksi politik yang merusak lingkungan dan memperbesar risiko bencana. Laporan tersebut menegaskan di Indonesia, khususnya pada konsesi kelapa sawit, laju deforestasi menunjukkan pola yang konsisten dengan kalender politik.

“Penelitian ekonomi politik menunjukkan bahwa deforestasi di konsesi kelapa sawit di Indonesia meningkat secara signifikan pada tahun menjelang pemilihan kepala daerah,” tulis Agus dalam laporan tersebut, dikutip, Jumat (19/12).

Pada periode ini, izin pembalakan dan perkebunan kerap digunakan sebagai sumber pendanaan politik tidak resmi. Ketika harga komoditas sedang tinggi dan kontestasi politik semakin dekat, tekanan terhadap hutan meningkat drastis.

“Ketika harga minyak sawit tinggi dan pemilihan lokal semakin dekat, tingkat deforestasi dapat melonjak hingga hampir 19%,” tulis jurnal itu.

Menurut laporan tersebut, setiap hektare hutan yang dibuka bukan sekadar keputusan ekonomi atau tata ruang, melainkan bagian dari kesepakatan politik antara elite lokal, pelaku usaha, dan pemodal.

“Setiap hektare yang dibuka di daerah aliran sungai bukan hanya keputusan ekologis, tetapi juga kesepakatan politik,” tulisnya.

Kepala daerah dan elite politik lokal disebut memperoleh keuntungan dari sewa izin, kontribusi kampanye, serta peningkatan semu indikator ekonomi daerah seperti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Pejabat lokal memperoleh manfaat dari rente perizinan, sumbangan kampanye, serta statistik pertumbuhan ekonomi jangka pendek yang terlihat baik di atas kertas,” tambahnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nuzulia Nur Rahmah

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...