Transisi Bisnis Perusahaan Energi, Dari Fosil Menuju Pengembangan EBT
Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dalam beberapa tahun terakhir cukup signifikan. Terlebih lagi jumlah cadangan migas semakin menipis.
Sejumlah perusahaan migas pun mulai mengembangkan energi terbarukan. Salah satunya yaitu Pertamina yang secara khusus membentuk subholding khusus EBT.
President Commissioner PT Pertamina Power Indonesia Dharmawan H. Samsu mengatakan pembentukan subholding tersebut merupakan upaya perusahaan untuk melaksanakan transisi dari energi fosil menuju pengembangan EBT. Menurut dia, transisi energi fosil ke EBT merupakan keniscayaan.
"Ini menunjukkan Pertamina memberikan demontrasi langsung bahwa fokusnya ditingkatkan terhadap agenda-agenda transisi energi terbarukan. Pertamina sebagai national conpany mengaggendakan transisi energi yang terintegrasi," ujar Dharmawan dalam diskusi virtual Katadata SAFE bertajuk "The Future of Fossils Fuels: Shifting the Conversation" pada Kamis (27/8).
Namun, ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi pengembangan energi terbarukan. Apalagi, harga bahan bakar fosil seperti minyak, gas bumi, dan batu bara menjadi cukup rendah dibandingkan harga dari EBT.
Meski demikian, Dharmawan tetap optimistis terhadap pengembangan sektor EBT. "Saya juga ingin berikan fakta lain, EBT itu dapat terakselerasi dengan meningkatnya keasadaran masyarakat baik dalam negeri maupun dunia untuk menjaga lingkungan bersih dan terhindar dari efek rumah kaca," ujar dia.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal Husin mengatakan ketergantungan masyarakat akan sumber energi fosil tak dapat dipungkiri. Bahkan dia memproyeksi energi fosil masih dibutuhkan dalam 20 tahun ke depan.
Hal tersebut tercermin dari Rencana Umum Energi Nasional atau RUEN yang menunjukkan kontribusi energi fosil lebih dari 70%. "Kita masih butuh energi fosil dan itu fakta dan memang energi renewable cath up dengan berjalannya teknologi," ujar Moshe.
Meski begitu, ia juga melihat kesadaran beberapa perusahaan migas kelas dunia yang mulai mengalihkan bisnisnya dari energi fosil memuju EBT. Hal itu lantaran cadangan energi fosil dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.
Ia mencontohkan BP yang mulai bertransformasi menjadi integrated energy company. Perusahaan kelas dunia itu bahkan berkomitmen menurunkan produksi migas hinga 30% pada 2030.
"Perusahaan migas Eropa seperti Shell, Total, BP, itu mereka sudah melihat tren ke depan dan mereka sudah masuk ke renewable," ujarnya.
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia di mana Pertamina dan Medco Energy Internasional mulai mengembangkan bisnis EBT. "Kita lihat transformasi tersebut akan lebih intens lagi ke depanya. Semoga ini membantu renewable lebih maju dengan bauran energi yang lebih besar," ujarnya.
Director of Technology PT Adaro Power Adrian Lembong menekankan perlunya peralihan dari energi fosil ke energi bersih. Hal itu karena penyediaan energi dari bahan bakar fosil lambat laun akan menjadi mahal.
Di sisi lain, pembangkit dari sumber energi bersih ke depannya akan samakin murah. Hal itu seiring dengan kemajuan teknologi di sektor EBT.
"Menurut saya bukan hanya di drive dari demand dan pasar, tapi memang sudah berbasis pada fundamental bisnis itu sendiri," ujarnya.