Medco Power Optimalkan Penggunaan Gas untuk Transisi ke Energi Bersih
PT Medco Power Indonesia melakukan transisi ke energi bersih. Salah satu langkah yang perusahaan lakukan adalah memakai gas alam cair alias LNG sebagai loncatan menuju ke pengembangan energi baru terbarukan atau EBT.
Presiden Direktur Medco Power Eka Satria mengatakan gas bumi merupakan salah satu bahan bakar fosil yang relatif lebih bersih ketimbang minyak dan batu bara. "Kami percaya gas merupakan salah satu solusi untuk menuju ke arah sana (EBT)," kata dia dalam acara The 9th Indonesia EBTKE Virtual Conference and Exhibition 2020, Jumat (27/11).
Perusahaan juga memiliki usaha bisnis energi terbarukan di sektor panas bumi. Namun, Medco masih fokus dengan gas bumi dan batu bara. "Tapi kami akan mengembangkan green energy," ujarnya. Langkah ini sejalan pula dengan target bauran energi bersih pemerintah sebesar 23% di 2025.
Saat ini kapasitas pembangkit listrik Medco sebesar 3.500 megawatt (MW). Dalam lima tahun ke depan angkanya akan menjadi 5 ribu megawatt. Fokus pengembangannya di enam area, yaitu Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Sarulla, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Bali, Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Riau, PLTP Ijen, PLTS Sumbawa, dan PLTGU Sumbawa.
Eka mengatakan, masih ada energi terbarukan lain yang dapat dikembangkan, seperti panas bumi, solar, mini hidro, dan lainnya. Tapi tantangan pengembangannya masih besar di Indonesia. Misalnya, soal harga listrik EBT yang kurang bersaing. Untuk itu, perlu paket insentif dari pemerintah.
Pemerintah Akan Beri Insentif Untuk EBT
Pemerintah menyadari peran insentif untuk pengembangan EBT di Indonesia cukup penting. Penyebabnya, energi fosil saat ini harganya lebih murah dibandingkan energi terbarukan. Mekanisme stimulus, regulasi harga, dan pendanaan menjadi krusial untuk meningkatkan investasi di sektor ini.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan pemberian insentif berupa tax holiday, tax allowance, pajak lahan, dan bangunan dapat mendukung capaian EBT di dalam negeri. "Kami sedang mengidentifikasinya dari kredit karbon," katanya.
Dalam pengembangan panas bumi, pemerintah hadir dalam bentuk meminimalkan risiko pada kegiatan eksplorasi pengeboran sumur bagi para pengembang. Dengan adanya pembagian risiko, harapannya investasi pun ikut terdorong.
Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ida Nuryatin Finahari sebelumnya menyampaikan investor perlu tambahan insentif agar tertarik mengembangkan proyek panas bumi. "Selama ini pembangunan akses ke lokasi dibebankan ke pengembang. Hal ini berpengaruh ke tarif dan keekonomian proyek," katanya.