Demi Proyek Baterai, Luhut dan Erick Akan Terbang ke AS dan Jepang
Pemerintah masih berupaya menggaet investor asing dalam pengembangan proyek baterai. Penjajakannya telah menyasar produsen baterai di Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Eropa.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan pemerintah terbuka untuk bekerja sama dengan siapapun. Asalkan, perusahaan tersebut menguasai teknologi dan pasar global untuk membentuk entitas patungan di rantai pasok industri baterai kendaraan listrik (EV).
Untuk merealisasikan proyek tersebut, pada pertengah April nanti Erick bersama Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan akan terbang ke Amerika Serikat. “Salah satunya lihat potensi kerja sama di sana," ujarnya dalam konferensi pers Pendirian Indonesia Battery Corporation, Jumat (26/3).
Selanjutnya, ia juga akan melanjutkan perjalanan ke Jepang untuk membicarakan hal yang sama. Harapannya, dua negara tersebut akan berminat menanamkan investasinya di Indonesia.
Ia tak mau Indonesia Battery Corporation dimonopoli satu atau dua partner saja. “Partnernya dengan banyak pihak tapi harus terkonsolidasi. Kalau tidak, hilirisasinya tidak berjalan dengan baik," ujarnya.
Erick menyebut ada dua perusahaan asing yang bakal menggelontorkan dananya dalam proyek jumbo baterai. Salah satunya adalah produsen baterai asal Tiongkok, Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL), yang akan menginvestasikan uangnya senilai US$ 5 miliar atau sekitar Rp 72 triliun.
Kemudian LG Chem Ltd asal Korea Selatan yang akan menginvestasikan dananya kurang lebih sebesar US$ 13 miliar hingga US$ 17 miliar (Rp 187,5 triliun sampai Rp 245 triliun).
Meski menggandeng mitra asing, namun pemerintah juga bakal melibatkan BUMN dari hulu hingga hilir. Indonesia Battery Corporation merupakan konsorsium empat perusahaan pelat merah. Keempatnya adalah PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) atau MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk (Antam), PT PLN (Persero), dan PT Pertamina(Persero).
Bisnis baterai itu akan mengembangkan usahanya dari hulu hingga hilir. Mulai dari pengolahan nikel, produksi material prekursor dan katoda, sel dan kemasan baterai, sistem penyimpanan energi (ESS) hingga daur ulangnya.
Tesla Masih Minati Proyek Baterai RI
Sebelumnya, Luhut mengatakan raksasa mobil listrik asal Amerika Serikat, yakni Tesla, memiliki enam sektor usaha yang berpotensi digarap di Tanah Air. Keenam sektor itu adalah mobil listrik, Starlink (satelit akses internet), launching pad (tempat peluncuran satelit), hypersonic flight (pesawat hipersonik), baterai lihtium-ion, dan penstabil energi.
Keinginan produsen mobil listrik itu berinvestasi di Indonesia karena melihat cadangan nikelnya yang besar. Dalam laporan tim EV Battery BUMN, kekayaan alam Indonesia mengandung 21 juta ton cadangan nikel.
Angka tersebut sekaligus menjadi yang terbesar di kancah internasional. Negara ini juga mempunyai sejumlah material baterai lainnya, seperti aluminium, tembaga, dan mangan.
Namun, Luhut tak bisa menjelaskan lebih detail pembicaraan pemerintah dengan Tesla. Sebab, Indonesia telah meneken non-disclosure agreement (NDA) alias perjanjian larangan pengungkapan informasi. "Tapi sampai hari ini kami masih bicara. Jadi, tidak ada sebenarnya soal orang ribut mobil Tesla di India," kata dia.