Pengembangan Pembangkit Nuklir RI Tak Pasti, ThorCon Ancam Hengkang
Perusahaan pengembang pembangkit listrik tenaga nuklir, ThorCon International Pte. Ltd. mengancam akan hengkang dari Indonesia jika harus menunggu pengembangan PLTN hingga 2040.
Kepala Perwakilan ThorCon International Bob S. Effendi mengatakan pihaknya tak bisa menunggu jadwal pengembangan PLTN selama itu. Pasalnya, pihaknya telah siap mengoperasikan PLTN dalam 10 tahun ke depan.
"Kita dalam 10 tahun sudah siap, sebelum 2030. Ya pasti kita akan hengkang. wong kita investor ngapain harus nunggu 20 tahunan untuk operasi," kata Bob kepada Katadata.co.id, Jumat (25/11).
Adapun bila pemerintah hingga 2023 mendatang tak juga mengambil sikap. Menurut Bob, Thorcon akan mempertimbangkan negara lain untuk berinvestasi.
Namun, sementara menunggu keputusan dari pemerintah, pihaknya akan tetap melakukan persiapan melalui berbagai kajian yang diminta oleh pemerintah guna dijadikan konsideran.
"Kita masih mau nunggu setahun dua tahun tapi kalau gak ada keputusan juga mau gak mau kita akan hengkang karena gak mungkin kita terus mempertahankan di Indonesia sementara pemerintah gak ambil keputusan. Itu jawaban saya," ujarnya.
Di samping itu, dia juga menilai program transisi energi yang dibuat oleh Kementerian ESDM tidak realistis. Sebab, pemerintah mengandalkan bantuan pendanaan dari luar negeri yang jumlahnya mencapai ratusan triliun rupiah."Dapat diduga melihat situasi ekonomi dunia saat ini tidak akan turun," katanya.
Ia juga mengkritik pemerintah dalam mengandalkan teknologi dalam transisi ini. Di antaranya seperti grid scale battery yang dinilai masih sangat mahal sekitar US$ 30 sen/kwh. Sementara kemampuannya pun juga masih di bawah standar yakni maksimal 2 jam.
"Kemudian mengandalkan CCUS yang biayanya juga mahal banget sekitar US$ 50 hingga US$ 100 per ton CO2 tersimpan jadi bayangkan untuk PLTU 1000 MW butuh dana triliun per tahun. Uang dari mana?," katanya.
Sebagai informasi ThorCon telah terlibat dalam pengembangan nuklir di Indonesia sejak 2015, bekerja sama dengan Kementerian ESDM dan menargetkan membangun pembangkit listrik nuklir berkapasitas 500 MW pada 2027.
Namun dalam peta jalan untuk transisi ke energi bersih menuju net zero emission 2060, PLTN pertama yang akan mulai beroperasi malah justru direncanakan mulai pada 2049 atau 22 tahun lebih lama dari target sebelumnya.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan (Gatrik) Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, pemerintah membuka semua peluang energi baru dan terbarukan di Indonesia. Salah satunya yakni PLTN yang telah dituangkan dalam peta jalan menuju nol emisi karbon 2021-2050.
"Commercial operation date (COD) pertama untuk PLTN rencanakan mulai 2049 dan ini bisa dipercepat. Kita punya target mencapai 40 GW di 2060," ujar Rida dalam diskusi Tantangan dan Solusi Rantai Pasok Wujudkan Ketahanan Energi Nasional, Rabu (24/11).
Menurut Rida, teknologi PLTN saat ini mulai relatif aman. Namun, masih ada pekerjaan rumah yang perlu segera dituntaskan, yakni dukungan politik dan kepercayaan masyarakat.
"Pertama, political will itu sangat mudah tinggal Presiden go nuklir. Sedangkan kedua itu, kepercayaan dari masyarakat, yang sampai saat ini surveinya masih dilakukan oleh Batan," ujarnya.