PLN Gali Potensi Biomassa Nonsawit untuk Co-firing PLTU Batu Bara
PLN tengah menggenjot co-firing biomassa untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) untuk mengurangi konsumsi batu bara. Hal ini menjadi salah satu strategi dalam mencapai target bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada 2025 dan net zero emission (NZE) pada 2060.
Vice President of Bio Energy PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Anita Puspita Sari mengatakan, biomassa yang digunakan untuk co-firing PLTU bisa berasal dari tanaman industri seperti cangkang sawit kosong, hingga tanaman pertanian seperti sekam dan limbah padi alias jerami.
“Tapi penggunaan co-firing dengan tanaman itu perlu evaluasi lebih lanjut bagaimana untuk penggunaannya di PLTU. Ada sebagian sudah di pakai, seperti sekam padi, dan sekarang mau coba tebu,” ujar Anita saat ditemui Katadata.co.id, di sela acara PLN Nusantara Power, Jakarta, Selasa (12/9).
Anita mengatakan, penggunaan tanaman untuk bahan baku biomassa cukup sulit karena pasokan tanaman yang tidak stabil. Dia mencontohkan, co-firing menggunakan cangkang sawit harus menunggu waktu panen kelapa sawit. Apalagi, sawit banyak digunakan untuk industri hingga diekspor.
Dengan begitu, tingkat konsumsi yang digunakan dalam metode co-firing tidak sebanding dengan ketersediaan bahan baku dari kelapa sawit. Untuk itu, menurut dia perlu dilakukan sinergi yang cukup kuat antara PLN EPI dengan PLN grup lainnya, serta pengusaha swasta.
Di sisi lain, dia mengatakan, PLN menargetkan kebutuhan biomassa hingga mencapai 10,2 juta ton pada 2025 untuk mensubstitusi 10% kebutuhan batu bara. Dia menyebutkan, dari target tersebut bisa menciptakan bauran energi sebesar 12%.
Untuk itu, PLN terus menggenjot program co-firing biomassa pada PLTU, dan terus melakukan pemenuhan pasokan biomassa. Dia menyebutkan pada 2023 pemenuhan biomassa tersebut mayoritas banyak digunakan dari limbah pertukangan.
“Namun untuk menutup gap penambahan volume biomassa, tentunya tidak berkisar ke 1 atau 2 jenis biomassa saja, tapi akan menggunakan biomassa lainnya yang lebih renewable dan sustainable untuk pemenuhan volume yang terus meningkat dari tahun ke tahun,” ujarnya.
Selain itu, menurut Anita program co-firing sangat baik karena mampu mengurangi emisi karbon sekaligus memproduksi energi bersih sebesar 575,4 GWh pada awal 2023. “Selain itu juga berhasil menurunkan emisi karbon sebesar 570 ribu ton CO2 dengan memanfaatkan biomassa sebanyak 542 ribu ton,” ujarnya.
Pada awal tahun, PLN menyatakan telah bekerja sama dengan Perhutani dan PTPN untuk memasok kebutuhan biomassa. Perhutani akan memasok kebutuhan PLTU Pelabuhan Ratu sebesar 11.500 ton per tahun dan untuk PLTU Rembang sebesar 14.300 ton per tahun dan akan membangun pabrik pengolahan di Rembang.
Hingga akhir 2021, Perhutani telah menanam kaliandra dan gamal di lahan seluas 31.136 hektare untuk bahan campuran batu bara di PLTU. Luas hutan tanaman energi ini akan ditingkatkan hingga mencapai 65 ribu hektare pada 2024 sesuai dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan.
Selain dari perhutani, pemerintah membuka peluang rantai pasok dari hutan tanaman industri (HTI). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan membuka peluang itu melalui multiusaha kehutanan, yaitu penerapan beberapa kegiatan usaha kehutanan dalam satu izin yang disebut Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).