Investasi Panas Bumi Masih Minim, Kemenkeu akan Evaluasi Insentif
Kementerian Keuangan akan mengevaluasi insentif eksplorasi panas bumi. Pasalnya, dengan insentif yang ada seperti pengurangan pajak hingga uang jaminan lelang yang lebih rendah, investasi di sektor ini masih minim.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, adanya evaluasi terkait insentif itu dilakukan juga karena melihat semakin besarnya kebutuhan listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) dan masih banyaknya potensi energi panas bumi di Indonesia yang belum dimanfaatkan.
“Jadi kami lihat kebutuhanya sudah semakin besar, dan potensinya juga masih banyak yang bisa kami gunakan,” ujar Febrio saat ditemui di sela acara The 9th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition, di Jakarta, Rabu (20/9).
Febrio menyampaikan, Kementerian Keuangan juga sudah mengajak sektor swasta untuk menyusun insentif secara bersama agar mengetahui apa saja yang dibutuhkan dalam mendorong minat investor di sektor panas bumi tersebut.
“Jadi kami melakukan evaluasi itu bareng-bareng agar tahu seperti apa yang benar-benar bisa dorong investasi di sektor panas bumi,” ujarnya.
Sebagai informasi, insentif-insentif itu disiapkan untuk mengejar target kontribusi panas bumi sebesar 11% pada bauran energi kelistrikan hingga 2025.
Kemudian target tersebut kembali tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, di mana kapasitas pembangkit tenaga panas bumi (PLTP) diharapkan bisa mencapai 4.795 megawatt (MW).
Pada kesempatan yang sama, Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta dilakukannya perbaikan kualitas data serta insentif dalam kegiatan eksplorasi panas bumi. Hal ini sebagai upaya menurunkan risiko pengembangan panas bumi di Indonesia sekaligus menjaga harga jual listrik energi hijau tersebut lebih kompetitif.
“Selain itu dibutuhkan dukungan program dan perbaikan mekanisme untuk menarik lebih banyak minat pengembang panas bumi di Indonesia,“ ujarnya
Tak hanya itu, dibutuhkan insentif eksplorasi panas bumi dalam bentuk pendanaan melalui program pembiayaan infrastruktur, dan program mitigasi risiko dari sumber daya panas bumi. “Saya berharap para pengembang panas bumi dapat memanfaatkan fasilitas ini dengan sebaik-baiknya,” kata dia.
Dia berharap, keberadaan pembangkit panas bumi dapat berkontribusi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dalam pembangunan infrastruktur dan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Untuk itu, dia meminta pemerintah daerah dan pengembang untuk bekerja sama dalam memaksimalkan potensi panas bumi.
Adapun hingga saat ini kapasitas panas bumi yang terpasang baru sebesar 2.378 MW, atau rata-rata pertumbuhan panas bumi terpasang per tahun hanya sekitar 40 MW. Dengan begitu, menurutnya pertumbuhan energi panas bumi masih jauh dari sumber daya yang dimiliki sekitar 24.000 MW.
Diketahui, Indonesia memiliki kapasitas terpasang panas bumi terbesar ke-2 di dunia dan sudah dimanfaatkan sebesar 2.175,7 MWe atau 9% untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Sementara potensinya mencapai 24 GW.