Indonesia Akan Genjot Pengembangan Energi Hidrogen, Nuklir, dan Amonia
Indonesia akan fokus pada pengembangan tiga jenis energi baru untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau kebih cepat. Ketiga jenis energi baru tersebut adalah energi hidrogen, nuklir, dan amonia.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan, masih ada tantangan dalam pengembangan ketiga energi tersebut, salah satunya agar harga energi baru tersebut terjangkau bagi masyarakat.
"Kita mau Indonesia maju. Untuk mencapai hal itu, kita perlu energi baru yang affordable yang bisa kita dapatkan di sini, kita juga fokuskan kepada energi nuklir, hidrogen, dan amonia," ujar Yudo dalam acara UOB Gateway to ASEAN Conference 2023, di Jakarta, Rabu (11/10).
Yudo mengatakan, pemerintah juga akan mendorong penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Namun, Indonesia tidak memiliki banyak kapasitas baterai untuk menyimpan energi matahari. Untuk itu, pemerintah sedang berupaya membangun banyak fasilitas baterai penyimpan energi tersebut.
"Memang targetnya di 2060 energi kita ke depannya akan ke energi matahari. Maka dari itu, kita butuh baterai untuk storage. Rencananya kita akan bangun banyak baterai untuk bisa simpan panas ini dalam baterai," kata dia.
Peta Jalan Pemanfaatan Hidrogen dan Amonia Hijau
Sebelumnya, pemerintah telah menyiapkan peta jalan pemanfaatan hidrogen dan amonia hijau hingga 2060. Dokumen ini akan memuat regulasi, standar, infrastruktur, teknologi, hingga soal permintaan dan penawaran.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan Indonesia berpotensi menjadi pusat (hub) hidrogen global. Pemerintah juga mempertimbangkan kontribusi hidrogen dalam transisi energi di Indonesia.
Menurutnya, hidrogen telah dimanfaatkan di Indonesia dalam sektor industri, terutama sebagai bahan baku pupuk. Konsumsi hidrogen di Indonesia saat ini berkisar 1,75 juta ton per tahun, dengan pemanfaatan didominasi untuk urea (88%), amonia (4%), dan kilang minyak (2%).
"Hidrogen hijau akan memainkan peran penting dalam dekarbonisasi sektor transportasi yang akan dimulai pada tahun 2031, dan sektor industri dimulai pada tahun 2041," ujar Dadan, Senin (28/8).
Salah satu upaya pengembangan potensi hidrogen hijau diinisiasi oleh PT PLN dan PT Pupuk Iskandar Muda. Kedua BUMN itu bekerja sama dengan Augustus Global Investment (AGI) dalam investasi produksi hidrogen hijau di Indonesia. Dadan berharap agar kolaborasi ini dapat memperkuat dan meningkatkan upaya pencapaian ketahanan energi dan mempercepat transisi energi.
Dalam kerja sama tersebut terungkap bahwa AGI berencana membangun Production Plant Green Hydrogen berkapasitas produksi 35.000 ton per tahun di Indonesia dan membutuhkan lahan 50 ha. Biaya investasi pembangunan infrastruktur produksi green hydrogen diperkirakan sebesar US$ 400 juta - US$ 700 juta.