PLN Revisi RUPTL 2024-2033, Pembangkit Listrik EBT Jadi 75%

Nadya Zahira
15 November 2023, 15:19
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo saat menyampaikan paparan pada Rapat Dengar Pendapat Panitia Kerja (Panja) Transisi Energi ke Listrik Komisi VI DPR RI dengan Direksi PLN, di Jakarta pada Senin (02/10). Darmawan menyampaikan, PLN berkomitmen mendukung
PLN
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo saat menyampaikan paparan pada Rapat Dengar Pendapat Panitia Kerja (Panja) Transisi Energi ke Listrik Komisi VI DPR RI dengan Direksi PLN, di Jakarta pada Senin (02/10). Darmawan menyampaikan, PLN berkomitmen mendukung program transisi, langkah ini bukan karena perjanjian internasional, tetapi karena kesadaran untuk memastikan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.

PT PLN (Persero) memaparkan  draf revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2024-2033 menjadi lebih hijau atau keberlanjutan. Draf RUPTL tersebut menambahkan pembangkit berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebanyak 75%. 

“Sebanyak 75% penambahan kapasitas pembangkit adalah berbasis pada energi baru terbarukan sekitar 60-62 Gigawatt (GW). Sedangkan ada penambahan sekitar 25 GW, yaitu penambahan pembangkit yang berbasis pada gas,” ujar Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, dalam rapat dengan Komisi VII DPR, Jakarta, Rabu (15/11). 

Darmawan mengatakan, revisi tersebut akan menggantikan RUPTL 2021-2030 yang masih berlaku sampai saat ini, yaitu penambahan pembangkit EBT sebesar 20,9 gigawatt (GW) atau 51,6% dari total bauran energi primer.

Selain itu, dia menuturkan, pihaknya bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah sepakat untuk merevisi RUPTL tersebut menggunakan skenario bertajuk accelerated renewable energy development with coal phase down.

Dia menyebutkan penambahan pembangkit berbasis EBT sebesar 75% tersebut rinciannya yakni meliputi penambahan pembangkit EBT bersifat baseload sebesar 31 GW, EBT bersifat intermittent yakni variabel angin dan solar sekitar 28 GW, serta terdapat energi baru alias nuklir sebesar 2,4 GW dan bisa bertambah menjadi 5-6 GW.

Namun demikian, Darmawan mengatakan, skenario penambahan pembangkit EBT sebesar 75% tersebut membutuhkan investasi (capital expenditure/capex) yang besar. Tetapi, biaya operasionalnya (operational expenditure/opex) cenderung rendah.

Dia menuturkan, skenario ini juga mengatur Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara masih akan tetap beroperasi sampai masa akhir kontrak. Namun, dengan penambahan teknologi terbaru yakni Carbon Capture and Storage (CCS).

Tantangan Dalam Penerapan CCUS/CCS

Kementerian ESDM berupaya mempercepat pengembangan penangkapan karbon, baik teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) maupun Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) di Indonesia.

Halaman:
Reporter: Nadya Zahira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...