Jokowi Didesak Beri Kepastian untuk Pembangunan Pembangkit Nuklir
Presiden Joko Widodo didesak untuk memberikan kepastian terkait pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Hal itu disampaikan Masyarakat Energi Baru Nuklir Indonesia (MEBNI) saat bertemu Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Istana Wakil Presiden Jakarta, Kamis (12/1).
“Tadi Wakil Presiden sepakat untuk menyampaikan ini (harapan MEBNI atas pembangunan PLTN di Indonesia) kepada Presiden, karena bukan tugas Wapres dalam konteks mengambil keputusan. Sehingga goodwill politiknya, Wapres akan sampaikan ke Presiden,” kata Juru bicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi.
Dia berharap sudah ada pernyataan atau keputusan terkait pembangunan PLTN
sebelum akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin bulan Oktober nanti.
“Harapannya sebelum akhir jabatan Oktober, setidaknya di bulan Agustus ada satu statement tentang nuklir ini, karena dari berbagai sudut pandang regulasi, undang-undang dan peraturan semuanya sudah,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Umum MEBNI, Arnold Soetrisnanto, mengatakan organisasi MEBNI yang dideklarasikan Maret 2023 lalu ingin mendorong dan membantu pemerintah dalam merealisasikan pembangunan PLTN pertama di Indonesia.
Arnold mengatakan, keinginan membangun PLTN di Indonesia sudah disampaikan Presiden pertama RI Soekarno 1950-an. Selanjutnya pada 1960-an dibentuk Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan).
“Dan sampai sekarang sudah tujuh presiden, tidak ada hasil (pembangunan PLTN),” kata Arnold.
Arnold menyampaikan, pihaknya menghadap Wakil Presiden untuk meminta dukungan politis terhadap pembangunan PLTN pertama di Indonesia.
“Masyarakat itu kalau 'dikipasi' dengan (isu) anti nuklir itu cepat sekali bereaksi, langsung bilang no-nuklir," ujarnya.
Padahal saat ini banyak negara maju yang sudah membangun PLTN. Bahkan saat COP28 pun terdapat negara yang melakukan perjanjian kerja sama nuklir.
Menurut Arnold, saat ini di seluruh dunia sudah ada 440 PLTN yang beroperasi. Apabila sesuai target COP28, diperkirakan akan ada 1.200-an PLTN yang beroperasi pada 2050.
“Mudah-mudahan Indonesia akan ikut dalam ini, yang akan masuk dalam industri nuklir karena Indonesia belum ada,” jelasnya.
Arnold menekankan pembangunan PLTN perlu dilakukan jika Indonesia ingin menjadi negara maju. Apabila PLTN tidak dibangun, Indonesia akan kekurangan listrik dan tidak akan terjadi industrialisasi.
“Kalau tidak ada industrialisasi, Indonesia tidak akan jadi negara maju tahun 2045. Kalau tidak ada industrialisasi Indonesia tidak akan pertumbuhan ekonominya sampai 7 persen,” kata Arnold.
Selain itu, Arnold menekankan keandalan dan efisiensi PLTN karena hanya perlu mengganti sepertiga bahan bakar setiap tiga tahun sekali. PLTN juga tidak akan berhenti menghasilkan listrik meski ada hujan badai.
“Kemudian murah, dia bersaing dengan harga batu bara, di bawah tujuh sen per kwh. Kemudian ramah lingkungan, karena nuklir tiga tahun operasi tidak mengemisikan Co2,” tuturnya.
MEBNI juga mengatakan PLTN sangat aman bagi kehidupan, karena berdasarkan data, angka kematian akibat energi nuklir sangat rendah dibandingkan sumber energi lain.