Vietnam Pengguna PLTS dan PLTB Terbesar di ASEAN, RI Nyaris Terbawah

Rena Laila Wuri
23 Januari 2024, 11:59
Sebuah kendaraan alat berat beroperasi di area pembangunan Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Selasa (28/11). Pembangunan PLTB dengan kapasitas 75 megawatt tersebut akan membantu pasokan listrik
ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
Sebuah kendaraan alat berat beroperasi di area pembangunan Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Selasa (28/11). Pembangunan PLTB dengan kapasitas 75 megawatt tersebut akan membantu pasokan listrik di Wilayah Sulselbar dan ditargetkan rampung akhir tahun 2017 dengan kekuatan putaran 30 buah turbin kincir angin.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Indonesia berada pada urutan ke-8 dalam pemanfaatan energi surya dan angin skala besar di negara-negara ASEAN.  Indonesia hanya berada di atas Brunei, Laos, dan Timor Leste yang ketiganya tercatat belum memiliki pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu atau angin (PLTB) kapasitas besar.

Laporan Global Energy Monitor (GEM) bertajuk “A Race to the Top: Southeast Asia 2024” mencatat kapasitas PLTS dan  (PLTB) di Indonesia mencapai 178 MW. Jumlah tersebut masih di bawah 1% dari total kapasitas pembangkit listrik nasional.

Kapasitas PLTS dan PLTB di Indonesia juga jauh di bawah Vietnam sebagai negara terbesar di ASEAN yang memiliki kapasitas energi terbarukan tersebut yaitu mencapai 19.501 MW. Posisi selanjutnya adalah Thailand 3.133 MW dan Filipina 3.018 MW.

Berikut urutan negara ASEAN dimulai dengan yang memiliki kapasitas PLTS dan PLTB terbesar:

1. Vietnam dengan kapasitas energi dan angin 19.501 MW

2. Thailand dengan kapasitas energi dan angin 3.133 MV

3. Filipina dengan kapasitas energi dan angin 3.018 MV

4. Malaysia dengan kapasitas energi dan angin 1.577 MW

5. Kamboja dengan kapasitas energi dan angin 429 MW

6. Myanmar dengan kapasitas energi dan angin 190 MW

7. Singapura dengan kapasitas energi dan angin 186 MW

8. Indonesia dengan kapasitas energi dan angin 178 MW

9. Brunei, Laos, serta Timor Leste dengan kapasitas energi dan angin 0 MW

Terkendala Regulasi

Berdasarkan laporan tersebut,  kapasitas energi surya dan angin skala besar di negara-negara ASEAN mencapai 28 gigawatt (GW). Kapasitas tersebut tumbuh 20% dalam periode Januari hingga 1 November 2023.

Peneliti GEM, Janna Smith, mengatakan pertumbuhan kapasitas energi surya dan angin di ASEAN sejalan dengan komitmen energi terbarukan (EBT) yang dijanjikan. Pertumbuhan EBT di Indonesia sudah cukup mengesankan, tetapi seharusnya dapat lebih baik. 

Dia mengatakan, terdapat sejumlah tantangan pertumbuhan EBT di Indonesia seperti lambatnya proyek baru yang mulai konstruksi, serta regulasi. Selain itu, Indonesia masih memiliki ketergantungan pada bahan bakar fosil sehingga menghambat transisi energi bersih. Hal itu juga terjadi di negara lainnya di ASEAN.

“Dengan dunia global menargetkan kapasitas energi terbarukan naik tiga kali lipat pada 2030, pemerintah perlu mempermudah upaya mengembangkan energi surya dan angin," kata Janna, dalam keterangan resminya dikutip, Selasa (21/1).

Mengacu laporan GEM, Filipina dan Vietnam memiliki prospek proyek energi surya dan angin masing-masing 99 GW dan 86 GW. Angka tersebut mencapai 80% prospek kapasitas regional, dan termasuk urutan 7 dan 8 terbesar dunia.

Sementara Indonesia tercatat memiliki prospek  proyek energi surya dan angin 19 GW, atau terbesar ketiga di Asia Tenggara.

ASEAN juga memiliki potensi energi angin lepas pantai mencapai 124 GW atau lima kali lipat dari potensi di darat. Ini setara hampir dua kali lipat kapasitas PLTB lepas pantai global saat ini yang mencapai 69 GW.

Negara-negara ASEAN memiliki perencanaan proyek-proyek EBT yang prospektif. Namun, hanya 3% dari proyek tersebut yang sudah mulai konstruksi yakni sebesar 6 GW (3%). Jumlah itu atau hanya seperempat rata-rata global.

Bahkan proyek-proyek di Indonesia belum ada yang mulai dikerjakan meskipun kapasitas proyeknya termasuk tiga terbesar di Asia Tenggara.

Peneliti Yayasan Indonesia CERAH, Sartika Nur Shalati, mengatakan sudah saatnya Indonesia menggenjot pembangunan proyek energi bersih dengan bekal aturan energi terbarukan yang memadai.

"Tidak dicampur dengan energi baru yang masih  berasal dari energi fosil seperti RUU EBET yang tengah disusun,” kata Peneliti Yayasan Indonesia CERAH, Sartika Nur Shalati.

Dia mengatakan, pemerintah harus mendukung dan mempermudah investasi. Pemerintah juga harus mengalihkan subsidi energi fosil untuk insentif energi terbarukan secara bertahap. Langkah tersebut dapat mempercepat masa transisi energi dan juga mengefisienkan anggaran negara. 

“Apalagi tahun depan, kita harus mengejar target bauran energi terbarukan hingga 25% yang saat ini masih sekitar 13%,” kata Siti.

Negara-negara ASEAN perlu meningkatkan kapasitas 10,7 GW dari yang sudah ada untuk mencapai target energi terbarukan 35% pada 2025. Kawasan regional tersebut berpotensi mengejar target operasi EBT sebesar 23 GW pada 2025.

.

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...