Tiga Poin Penting dalam Aturan Baru PLTS Atap, Cara Daftar dan Kuota

Rena Laila Wuri
24 Februari 2024, 06:05
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM), Jakarta, Rabu (24/3/2021). Kementerian ESDM hingga Maret 2021 telah membangun sebanyak 193 unit PLT
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EDSM), Jakarta, Rabu (24/3/2021). Kementerian ESDM hingga Maret 2021 telah membangun sebanyak 193 unit PLTS atap gedung, sementara sepanjang 2021-2030 pemerintah juga menargetkan pembangunan PLTS dengan kapasitas sebesar 5,432 Mega Watt untuk menurunkan emisi hingga 7,96 juta ton karbondioksida.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menerbitkan revisi aturan soal penggunaan dan pemanfaatan pembangkit listrik bertenaga surya atau Pembangkit Tenaga Listrik Surya (PLTS) Atap. Beleid tersebut memuat sejumlah ketentuan baru bagi penggunaan PLTS Atap di Indonesia.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2024 Tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU). Permen tersebut telah ditandatangani Menteri ESDM, Arifin Tasrif, per 29 Januari 2024.

Berikut poin-poin penting yang diatur dalam Permen ESDM 2/2024 yang dirangkum Katadata.co.id:

1. PLTS Atap menggunakan sistem kuota per kluster

Dalam pasal 7, dijelaskan bahwa pemegang IUPTLU wajib menyusun kuota pengembangan sistem PLTS Atap untuk setiap Sistem Tenaga Listrik. Artinya pengembangan PLTS Atap dilakukan melalui sistem kuota.

Dalam aturan tersebut, penerapan sistem kuota PLTS Atap harus mempertimbangkan arah kebijakan energi nasional, serta rencana dan realisasi rencana usaha penyediaan tenaga listrik. Selain itu, penerapan kuota juga harus mempertimbangkan keandalan Sistem Tenaga Listrik sesuai dengan ketentuan dalam aturan jaringan Sistem Tenaga Listrik (grid code) Pemegang IUPTLU.

Sistem kuota PLTS Atap disusun untuk jangka waktu 5 tahun. Pengembangan kuota tersebut akan dirinci setiap tahunnya dari Januari sampai dengan Desember.

“Usulan kuota pengembangan Sistem PLTS Atap sebagaimana dimaksud untuk tahun 2024 sampai dengan tahun 2028, disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Menteri ini diundangkan,” tulis baleid Pasal 8 ayat 4 yang diteken Menteri ESDM Airifn Tasrif pada 29 Januari 2024.

2. Ekspor-impor listrik  PLTS Atap dihapus

Dalam pasal 13 dijelaskan bahwa kelebihan energi listrik dari Sistem PLTS Atap yang masuk ke jaringan Pemegang IUPTLU tidak diperhitungkan dalam penentuan jumlah tagihan listrik Pelanggan PLTS Atap

Dengan begitu, kelebihan energi listrik atau ekspor tenaga listrik dari pengguna ke PT PLN (Persero) tidak dapat dihitung sebagai bagian pengurangan tagihan listrik. Padahal, dalam aturan sebelumnya pengembang PLTS Atap bisa melakukan ekspor listrik ke pemegang IUPTLU.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan peniadaan skema ekspor-imporatau net-metering listrik ini akan menurunkan tingkat keekonomian PLTS atap khususnya di segmen rumah tangga.

"Tanpa net-metering, investasi PLTS atap menjadi lebih mahal,” kata Fabby dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/2).

Fabby mengatakan, pengguna juga harus mengeluarkan dana tambahan untuk penyimpanan energi (battery energy storage). Padahal, net-metering sebenarnya sebuah insentif bagi pelanggan rumah tangga untuk menggunakan PLTS Atap.

Dengan tarif listrik PLN yang dikendalikan, Fabby mengatakan, net-metering membantu meningkatkan kelayakan ekonomi sistem PLTS atap yang dipasang pada kapasitas minimum, sebesar 2 - 3 kWp untuk konsumen kategori R1. PLTS atap akan relatif mahal jika tanpa net-metering dan biaya baterai.

“Kapasitas minimum ini tidak dapat dipenuhi sehingga biaya investasi per satuan kilowatt-peak pun menjadi lebih tinggi. Inilah yang akan menurunkan keekonomian sistem PLTS atap,” ucapnya.

3. Pengajuan pemasangan PLTS Atap dua kali dalam setahun

 

Peraturan ini menetapkan bahwa periode pendaftaran PLTS atap berlangsung dua kali dalam setahun, yaitu setiap Januari dan Juli. 

“Permohonan sebagaimana dimaksud disampaikan pada bulan Januari atau pada bulan Juli setiap tahunnya,” tulis beleid Pasal 14 ayat 2.

Calon Pelanggan PLTS Atap harus mengajukan permohonan pembangunan dan pemasangan sistem PLTS Atap kepada Pemegang IUPTLU dengan tembusan kepada Direktur Jenderal EBTKE dan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan.

Pengajuan permohonan disampaikan dalam jangka waktu paling lama 1 bulan sejak publikasi kuota pengembangan sistem PLTS Atap berdasarkan clustering.

Permohonan dianggap disetujui jika tidak ada pemberitahuan penolakan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kalender sejak batas permohonan berakhir.

Jumlah pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) yang telah memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap mencapai 2.346 orang hingga Juni 2020. Terbanyak dari DKI Jakarta, yakni 703 orang pelanggan.

Reporter: Rena Laila Wuri

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...