Selandia Baru Ciptakan Baterai Kendaraan Listrik dari Serpihan Kayu

Rena Laila Wuri
28 Februari 2024, 17:24
Petugas mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di kawasan Aeropolis, Kota Tangerang, Banten, Rabu (25/5/2022). SPKLU tersebut merupakan SPKLU kelima di Banten yang dibangun PT PLN (Persero) untuk menjamin kebutuhan
ANTARA FOTO/Fauzan/wsj.
Petugas mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di kawasan Aeropolis, Kota Tangerang, Banten, Rabu (25/5/2022). SPKLU tersebut merupakan SPKLU kelima di Banten yang dibangun PT PLN (Persero) untuk menjamin kebutuhan pengisian baterai pengguna kendaraan listrik di daerah tersebut sekaligus menjadi bentuk dukungan terhadap program pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca sebagai kontribusi pencapaian Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Button AI Summarize

Perusahaan teknologi Selandia Baru, CarbonScape, mengubah serpihan kayu menjadi baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). CarbonScape membuat 'biographite' dari serpihan kayu menjadi grafit sintetis.

Dikutip dari euronews, baterai kendaraan listrik tersebut dibuat setelah limbah dari industri kehutanan itu dipanaskan menggunakan proses yang disebut grafitisasi termo-katalitik. Dari pemanasan tersebut menghasilkan arang.

Arang kemudian dikatalisis dan dimurnikan menjadi grafit berkualitas untuk anoda baterai. Menurut CarbonScape, grafit alternatif mereka adalah pilihan yang lebih berkelanjutan.

Mereka mengatakan 'biographite' dapat membantu Eropa mengurangi ketergantungannya pada China untuk baterai lithium-ion.

 Apa itu biographite dan mengapa itu penting?

 CEO CarbonScape, Ivan William, menyatakan saat ini baterai kendaraan listrik berbahan baku grafit berasal dari grafit alami yang ditambang. Selain itu, baterai kendaraan listrik juga berasal dari grafit sintetis yang berasal dari produk minyak bumi.

Menurutnya, 'biographite' miliknya jauh lebih ramah. Pasalnya, grafit sintetis memancarkan 35 ton emisi setara karbon dioksida untuk setiap ton grafit yang dihasilkannya.

"Produksi grafit sintetis 'tradisional' menggunakan bahan baku berbasis bahan bakar fosil, seperti pitch tar batubara dan kokas minyak bumi, dan proses bertenaga bahan bakar fosil," katanya.

Sedangkan, grafit yang ditambang secara alami dapat memakan banyak korban pada komunitas, hewan, dan lingkungan. Dimana, proses ekstraksi dan produksi yang diperlukan untuk menghasilkan satu ton grafit tingkat anoda dari bahan baku ini meninggalkan jejak karbon 15 ton.

Namun, Biographite, sebaliknya dibuat dari produk sampingan kehutanan, seperti serpihan kayu. Williams mengatakan pihaknya bahan baku yang mereka gunakan dapat menghilangkan setara dengan 2,7 ton emisi karbon untuk setiap ton biographite yang dihasilkannya.

Halaman:
Reporter: Rena Laila Wuri
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...