Pemerintah Susun Peta Jalan Kelapa Jadi Bahan Baku Bioavtur
Pemerintah saat ini tengah merancang peta jalan (roadmap) pemanfaatan bahan baku minyak kelapa untuk diolah menjadi bioavtur. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian, Dida Gardera, mengatakan bahwa kelapa saat ini menjadi komoditas Indonesia yang potensial untuk diteliti dan kembangkan lagi menjadi bioenergi.
“Ada (peta jalan) sedang on going, kalau nanti sudah hampir 100 persen matang, kita akan komunikasikan,” ujar Dida di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis (7/3).
Menurut Dida, saat ini sudah ditemukan adanya potensi kelapa untuk diolah menjadi bioavtur. Di setiap pohon kelapa, ada sekitar 20-30 persen buah kelapa yang tak layak konsumsi. Buah kelapa itu lah yang dapat dimanfaatkan menjadi bioavtur.
“Ternyata ada potensi juga dari kelapa. Justru kelapa ini dari kelapa yang reject," ujarnya.
Dia menilai inovasi energi semacam itu harus terus didukung dan dikembangkan lagi. Pengolahan kelapa menjadi bioavtur ini sebaiknya juga dilakukan di dalam negeri.
"Kalau kelapa ini budi dayanya sudah sangat bagus. Sudah ekspor. Ekspornya tapi baru biji kelapanya itu," kata Dida.
Bioavtur merupakan bahan bakar pesawat yang dibuat dari campuran avtur dan bahan bakar nabati lainnya. Saat ini, bioavtur terbuat dari avtur dan minyak kelapa sawit.
Bioavtur menjadi salah satu jenis bahan bakar yang bisa menurunkan emisi karbon di sektor transportasi.
Adapun Plt. Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P. Hutajulu sebelumnya menyebutkan bioenergi menjadi salah satu Energi Baru Terbarukan (EBT) sangat berperan penting dalam target pengurangan emisi karbon (net zero emission/NZE) yang ditargetkan tercapai pada 2060.
Kontribusi sektor EBT dalam bauran energi nasional mencapai 13,2 persen di mana bioenergi berkontribusi 7,7 persen atau 60 persen dari total bauran energi.
Menurut data IEA, selama periode 2019-2021 bahan bakar hijau yang memiliki permintaan tertinggi di skala global adalah etanol, yakni bahan bakar cair dari olahan tebu atau tanaman berpati seperti singkong, gandum, sorgum, dan sebagainya.
Sedangkan permintaan global untuk bahan bakar hijau jenis biodiesel dan renewable diesel lebih rendah, seperti terlihat pada grafik.