Kementerian ESDM Umumkan Kuota PLTS Atap, Belum Ditentukan per Klaster

Image title
10 Juni 2024, 10:28
Petugas melakukan perawatan terhadap panel surya di atap gedung Hotel Claro, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (2/8/2023). Kementerian ESDM mencatat pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap secara nasional hingga Mei 2023 telah mencapai 95 m
ANTARA FOTO/Arnas Padda/hp.
Petugas melakukan perawatan terhadap panel surya di atap gedung Hotel Claro, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (2/8/2023). Kementerian ESDM mencatat pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap secara nasional hingga Mei 2023 telah mencapai 95 megawatt atau sekitar 0,3 persen dari potensi PLTS atap di Indonesia yang dapat mencapai 32,5 gigawatt.
Button AI Summarize

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan kuota untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap untuk periode 2024-2028. Penetapan kuota tersebut tercantum dalam Keputusan Dirjen Ketenagalistrikan Nomor 279.K/TL.03/DJL.2/2024 tentang Kuota Pengembangan Sistem PLTS Atap PLN Tahun 2024-2028.

Total kuota PLTS atap di sebelas sistem tenaga listrik 2024-2028 adalah 5.746 MW dengan rincian kuota sebesar 901 MW pada 2024, 1.004 MW pada 2025, 1.065 MW pada 2026, 1.183 MW pada 2027, dan 1.593 MW pada 2028.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan pihaknya mengapresiasi Kementerian ESDM yang telah menetapkan kuota PLTS atap untuk PLN. Hal ini sudah dinantikan oleh konsumen dan pelaku usaha PLTS atap.

Di sisi lain, Fabby mengatakan, IESR menyoroti bahwa pembagian kuota masih pada sistem kelistrikan dan belum dilakukan pembagiannya sesuai clustering atau sub-sistem seperti yang diatur di pasal 9 ayat 3 Permen ESDM No. 2/2024. Berdasarkan ketentuan Permen, clustering tersebut merupakan tugas pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).

Dia mengatakan, ketentuan pembagian kuota PLTS atap pada tingkat subsistem atau klaster sistem tenaga listrik akan memberikan kejelasan bagi konsumen. Pembagian kuota tersebut juga akan memberikan kepastian investasi bagi para pelaku usaha PLTS atap.

Net metering adalah mekanisme penagihan listrik yang memungkinkan konsumen yang menghasilkan sebagian atau seluruh listriknya sendiri untuk menggunakan listrik tersebut kapan saja. Dengan tidak adanya sistem net metering, maka pelanggan hanya bisa menggunakan listrik dari PLTS saat dihasilkan, atau pada umumnya hanya siang hari. 

Menurut Fabby, PLTS atap akan lebih banyak digunakan oleh pelanggan komersial dan industri dengan tidak adanya mekanisme net-metering. Pembagian per sub-sistem memberikan informasi yang lebih transparan bagi konsumen untuk membaca peluang mereka mengajukan permohonan pemasangan PLTS atap.

"Oleh karenanya Dirjen Ketenagalistrikan harus memastikan PT PLN segera menyampaikan pembagian per cluster sebelum bulan Juli saat masa permohonan dimulai,” ujar Fabby dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (10/6).

Dengan kondisi tersebut, IESR mendorong Kementerian ESDM secara aktif mensosialisasikan Permen PLTS atap dan pembagian kuota PLTS atap kepada konsumen dan mekanismenya.

Fabby menuturkan, pemerintah juga harus proaktif mengingatkan pemegang IUPTLU lainnya untuk segera menyampaikan kuota kapasitas PLTS atap sebelum Juli. Kuota PLTS atap yang baru dikeluarkan untuk PLN masih belum sesuai dengan target Program Strategis Nasional PLTS Atap Nasional sebesar 3,6 GW yang ditetapkan pada 2021 oleh Permenko Perekonomian No. 7/2021.

Minat PLTS Atap Bisa Meningkat

Sementara itu, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, Marlistya Citraningrum, mengatakan pemerintah perlu mencermati minat pelanggan dalam adopsi PLTS. Dengan demikian, pemerintah dapat meningkatkan kuota PLTS atap tahun depan, sebagai upaya mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.

“Minat dari pelanggan industri untuk menggunakan PLTS atap termasuk tinggi dan ditujukan untuk pengurangan biaya energi serta memastikan proses manufaktur berkelanjutan, sehingga peniadaan net-metering tidak terlalu berdampak pada minat mereka," ujar Marlistya.

Namun demikian, Marlistya mengatakan, pemerintah perlu menjelaskan prosedur bila terjadi oversubscribe atau permintaan melebihi kuota yang ditetapkan pada cluster sistem tertentu.

"Minat dari pelanggan residensial kemungkinan turun karena tingkat keekonomian yang berubah, namun dengan semakin meluasnya informasi dan keinginan untuk menghemat biaya listrik - bisa jadi permintaan penggunaan juga akan tumbuh,” ucapnya.

Dia mengatakan, penetapan kuota PLTS atap ini juga dapat menjadi peluang bagi lembaga keuangan untuk menyokong skema pembiayaan yang menarik.

"Jika sebelumnya ceruk pasar tidak terlalu terlihat karena tidak adanya kuota, sekarang lembaga pembiayaan memiliki informasi tambahan untuk bisa melakukan asesmen komprehensif guna mengeluarkan produk pembiayaan hijau," tutupnya.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...