IESR: Power Wheeling Bisa Percepat Bauran EBT, Tapi Harus Dibatasi

Image title
11 Juli 2024, 08:26
Petani menggarap sawahnya di sekitar lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Minggu (27/11/2022). Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan kapasitas pembangkit energi bersih pada tahun 206
ANTARA FOTO/Arnas Padda/tom.
Petani menggarap sawahnya di sekitar lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Minggu (27/11/2022). Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan kapasitas pembangkit energi bersih pada tahun 2060 mencapai 587 gigawatt dan 39 gigawatt diantaranya atau 6,64 persen bersumber dari PLTB guna mewujudkan netralitas karbon di dalam negeri.
Button AI Summarize

Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai diaturnya skema power wheeling pemanfaatan bersama jaringan listrik dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) akan mempercepat pengembangan dan adopsi energi terbarukan di Indonesia.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa mengatakan aturan power wheeling untuk energi terbarukan dalam RUU EBET sepatutnya didukung para pembuat kebijakan. Aturan tersebut dapat meningkatkan keandalan pasokan listrik, efisiensi biaya operasional, mendorong perluasan jaringan listrik, serta kerja sama antara antara wilayah usaha.

Selain itu, Fabby mengatakan, power wheeling juga memungkinkan aplikasi teknologi energi terbarukan yang lebih luas untuk mendukung dekarbonisasi sektor industri dan transportasi. Power wheeling juga dapat mengurangi beban PLN untuk membeli listrik dari pengembang.

"Skema power wheeling atau pemanfaatan bersama jaringan listrik, bukan hal baru karena sudah diatur sebelumnya dalam UU Ketenagalistrikan namun tidak dijalankan," ujar Fabby dalam keterangan, Rabu (10/7).

Fabby mengatakan, power wheeling merupakan keniscayaan dengan struktur pasar kelistrikan Indonesia saat ini yaitu regulated vertical integrated atau dioperasikan oleh perusahaan tunggal dan di bawah pengawasan pemerintah. Dalam hal ini, PLN sebagai pemegang wilayah usaha terintegrasi mendapatkan hak membangun dan mengoperasikan sistem transmisi, sementara pelaku usaha lain tidak mendapatkan hak tersebut.

"Oleh karena itu, jaringan listrik seharusnya dapat diakses oleh pihak lain untuk menyalurkan listrik dari pembangkit ke pengguna, yang pada gilirannya memberikan pendapatan bagi PLN melalui biaya sewa jaringan,” ujarnya.

Menurut Fabby, penerapan skema power wheeling untuk energi terbarukan juga merupakan langkah efisien untuk mengurangi biaya pengembangan infrastruktur transmisi dan distribusi, dan menekan biaya keandalan (reliability cost). Pasalnya, skema power wheeling dapat mengoptimalkan infrastruktur yang sudah ada, sehingga lebih efisien dibandingkan membangun jaringan baru.

Harus Dibatasi

Meski begitu,  Fabby mengatakan, pemanfaatan jaringan bersama harus dibatasi hanya untuk pembangkitan energi terbarukan sehingga menjadi power wheeling energi terbarukan (renewable power wheeling).

"Dengan ini, dapat membuka akses pengembang dan konsumen ke sumber-sumber energi yang selama ini tidak dapat dimanfaatkan karena pengembangan energi terbarukan sangat tergantung pada PLN yang membeli dan menyalurkan listrik sesuai kenaikan permintaan,” ucapnya.

Menurutnya, pengaturan renewable power wheeling harus dilakukan secara ketat sehingga dapat menjaga keandalan dan keamanan pasokan listrik (security of supply) bagi konsumen. Selain itu, power wheeling juga harus diawasi sehingga tidak merugikan pemilik jaringan dan operator sistem.

Fabby mengatakan, pengaturan power wheeling tersebut menyangkut perhitungan tarif wheeling (wheeling charge), yang harus memasukan komponen biaya system losses (kerugian sistem), biaya kehandalan, ancillary services (layanan tambahan) dan biaya contingency (cadangan), serta pengembangan sistem transmisi dan distribusi tenaga listrik.

“Untuk itu, pemerintah perlu menyusun panduan aturan yang jelas tentang metode perhitungan tarif wheeling sehingga tidak merugikan pemilik jaringan dan operator sistem,” ujarnya.

Sementara itu, Manajer Program Transformasi Energi, IESR, Deon Arinaldo mengungkapkan, keberadaan power wheeling dapat menarik investasi di Indonesia. Hal itu terutama dari perusahaan multinasional yang memiliki target menggunakan 100 persen energi terbarukan pada 2030.

Kepastian akses ke listrik energi terbarukan akan membantu perusahaan ini memenuhi target dekarbonisasi dan menerapkan strategi dekarbonisasi melalui elektrifikasi rantai pasoknya. Di sisi lain, peningkatan permintaan energi terbarukan akan mendorong perluasan jaringan listrik.

Deon mengusulkan agar pemerintah menyiapkan aturan yang mendorong pembangunan dan penguatan jaringan listrik lebih optimal melalui perencanaan jaringan yang berorientasi pada penyerapan listrik energi terbarukan.

“Adanya power wheeling akan membuka permintaan energi terbarukan dari pelanggan, utamanya kelompok industri, sehingga menarik pengembangan proyek energi terbarukan dan integrasi ke jaringan PLN," ujar Deon.

Deon menyebut, selama ini, banyak potensi energi terbarukan tidak dapat dikembangkan karena harus menunggu listriknya dibeli oleh PLN.

"Power wheeling membuat konsumen industri dapat membeli listrik energi terbarukan untuk dimanfaatkan dalam mendukung proses industri rendah karbon atau hijau,” ujarnya.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...