Anggota DPR Pesimistis RUU EBET Rampung di Era Jokowi

Image title
1 Agustus 2024, 16:27
Warga menunggangi kuda saat melintas di area Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Kamis (9/7/2020). Kementerian ESDM mencatat bauran energi baru dan terbarukan (EBT) telah mencapai 15 persen dari target sebe
ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/aww.
Warga menunggangi kuda saat melintas di area Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Kamis (9/7/2020). Kementerian ESDM mencatat bauran energi baru dan terbarukan (EBT) telah mencapai 15 persen dari target sebesar 23 persen pada 2025.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto meragukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Energi Terbarukan (EBET) dapat rampung pada periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, DPR dan Pemerintah belum menemui titik temu pada pasal yang mengatur pemanfaatan bersama jaringan atau power wheeling.

"Saya tidak yakin RUU EBET (selesai segera) kalau iramanya seperti ini. Tidak jadi," ujar Mulyanto saat ditemui di kawasan Senayan, Kamis (1/8).

Jika melihat jadwal rapat yang akan dilaksanakan oleh DPR RI, pembahasan RUU EBET hanya memiliki waktu beberapa bulan sebelum masa jabatan DPR periode 2019-2024 selesai pada September. Setelah reses, DPR dan pemerintah akan kembali melakukan rapat panitia kerja (panja) untuk membahas skema power wheeling.

"Akan ada jadwal pembahasan lagi panja itu. Itu terkait dengan skema power wheeling," ujarnya.

Dinilai Membuat Tata Niaga Listrik Liberal 

Mulyanto menyebut, skema power wheeling berpotensi membuat pembangkit listrik swasta dapat menjual listrik secara langsung kepada pengguna listrik. Dengan begitu, PLN tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga usaha di bdang kelistrikan atau  single buyer and seller system.

"Saya menyimpulkan ini adalah liberalisasi sektor kelistrikan, karena PLN tidak lagi bisa memonopoli. Karena pemangkit EBT bisa menjual langsung kepada pelanggannya," ucapnya.

Menurut dia, bila itu terjadi maka swasta berpotensi memainkan harga listrik. Sementara pemerintah tidak bisa ikut campur untuk menentukan harga yang ditetapkan oleh pelaku usaha kelistrikan.

"Semakin kita mengurangi peran PLN dan meliberalisasi sektor listrik, saya khawatir pemerintah semakin sulit untuk mengendalikan harga listrik," ungkapnya.

Sebelumnya, Kementerian ESDM mengajukan skema power wheeling di dalam RUU EBET. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi mengatakan, permasalahan terkait sewa transmisi sebenarnya sudah dengan jelas tercantum dalam Undang-Undang (UU) Ketenagalistrikan yang telah diterapkan di Indonesia.

"Sewa transmisi itu sudah dijelaskan di Undang-Undang Ketenagalistrikan. Itu sama persis yang kita cantumkan di RUU EBET ini," ujar Eniya saat ditemui di JCC, Kamis (4/7).

Eniya menyebut dalam RUU EBET skema power wheeling hanya ditambahkan penekanan khusus untuk EBT. Harapannya mampu mendorong akselerasi EBT di Indonesia.

"Kita bahas sewa jaringan, terus ketentuan-ketentuan yang tercantum itu sama dengan yang sudah di Undang-Undang Ketenagalistrikan," ujarnya.

Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...