Koalisi Transisi Energi Berkeadilan Minta Target Bauran EBT Lebih Ambisius
Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Transisi Energi Berkeadilan menginginkan pemerintah untuk mematok target bauran energi terbarukan yang lebih ambisius, yakni menjadi 60% pada 2030. Mereka juga berharap pemerintah menghentikan penggunaan energi fosil.
Forest Watch Indonesia (FWI), Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL), Koaksi Indonesia, Trend Asia, dan TransisiEnergiBerkeadilan.id menginginkan pemerintah menetapkan target yang progresif dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN).
Juru Kampanye FWI Anggi Prayoga mengatakan, pihaknya menginginkan target yang dipatok dalam RPP tersebut tanpa memasukkan jenis energi berbasis lahan yang menyebabkan pembabatan hutan, seperti biomassa, dan energi nuklir yang berisiko bagi Indonesia. Ia menilai Indonesia rentan gempa sehingga belum siap secara infrastruktur untuk mengelola nuklir.
Menurut dia, pemenuhan biomassa kayu (wood pellet) selama ini dilakukan melalui pembangunan Hutan Tanaman Energi (HTE) dengan menebang pohon di sejumlah provinsi. FWI memprediksi hutan alam seluas 4,65 juta hektare terancam proyek pembangunan HTE dan implementasi co-firing biomassa di PLTU.
Tinjau Kembali Prioritas Nuklir
Plt Direktur Program ICEL Bella Nathania menilai pemerintah perlu meninjau kembali prioritas nuklir sebagai tumpuan energi dalam RPP KEN. “Terlebih, Indonesia belum memiliki kesiapan infrastruktur khususnya untuk pengelolaan limbah nuklir. Dengan kondisi geografis Indonesia, PLTN di Pulau Bangka akan berdampak hingga ke Sumatra Utara,” kata dia.
Sementara itu, Plt Direktur Program Koaksi Indonesia Indra Sari Wardhani mengatakan pembaruan KEN mesti menghapus pemanfaatan energi fosil yang terselubung dalam terminologi “energi baru”. Misalnya, batu bara tercairkan (liquified coal), batu bara tergaskan (gasified coal), gas metana batu bara (coal bed methane), serta tidak menjadikan transisi sebagai ruang ekspansi gas.
Menurut dia, RPP KEN juga tidak mendorong penggunaan teknologi penangkapan karbon (CCS/CCUS) sebagai jalan pintas yang memiliki risiko finansial dan potensi kegagalan tinggi.
Di sisi lain, perwakilan TransisiEnergiBerkeadilan.id Mahawira Singh Dillon mengatakan transisi ke energi terbarukan akan mencetak jauh lebih banyak lapangan pekerjaan. Hal ini penting agar bonus demografi yang sedang dialami Indonesia tidak berubah menjadi bom waktu bencana demografi.
“Opsi pembangkitan energi terbarukan terbukti menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan ketimbang opsi energi fosil, seperti ditunjukkan dalam laporan tahunan US Energy Employment and Employment Jobs Report oleh Departemen Energi Amerika Serikat, sekalipun bauran energi fosil masih lebih besar,” kata Wira.