Pemerintah Pertimbangkan Hapus Cukai Etanol untuk Genjot Industri Bioetanol
Dewan Energi Nasional (DEN) menilai cukai produk etanol menghambat pengembangan bioetanol di Indonesia karena membuat harganya lebih mahal. Oleh sebab itu, DEN bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Kementerian Keuangan akan berdiskusi untuk menghapus cukai tersebut.
"Problemnya sekarang adalah bahwa harga etanol itu masih Rp 15 ribu (per liter). Tapi adanya cukai membuat harganya menjadi Rp 20 ribu," ujar Anggota DEN, Abadi Poernomo, saat ditemui di sela acara Katadata Forum, di Jakarta, Rabu (9/10).
Bioetanol adalah bahan bakar nabati berupa etanol yang diproduksi melalui fermentasi bahan organik. Bahan bakar nabati tersebut bisa menggunakan bahan baku berupa tebu, kedelai atau tanaman lainnya.
Menurutnya, cukai etanol awalnya diterapkan untuk mengatur minuman beralkohol. Namun penerapan cukai etanol pada bahan bakar nabati menghambat langkah Indonesia menuju net zero emission atau ntrealitas karbon.
Namun demikian, pembahasan mengenai penghapusan cukai etanol menjadi rumit karena akan berpotensi disalahgunakan oleh industri lain selain bahan bakar nabati (BBN). Penghapusan cukai akan mempersulit pengawasan terhadap produk etanol yang beredar.
"Kalau cukai ini dihapus kemudian jatuh ke industri minuman keras bagaimana? Nah itu yang menjadi permasalahan kita, siapa yang mau mengawasi," ungkapnya.
Ia mengatakan, implementasi penerapan bioetanol di Indonesia sudah tercantum dalam Revisi Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) yang akan dimulai dengan pencampuran bioetanol 1 persen dengan bahan bakar minyak (BBM).
Liputan khusus Arah Pemerintahan Baru ini didukung oleh: