Pertamina Siapkan Kilang Berkapasitas 900 Ribu barel untuk Suplai B40
PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), menyiapkan dua kilang untuk program pencampuran bahan bakar nabati (BBN) dan bahan bakar minyak (BBM) B40 yang akan segera dilaksanakan pada tahun ini.
B40 merupakan bahan bakar minyak (BBM) campuran bahan bakar nabati (BBN) dengan komposisi 40 persen minyak kelapa sawit mentah dan 60 persen solar. Indonesia saat ini merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia yang mengimplementasikan B35, yaitu campuran biodiesel berbasis minyak kelapa sawit sebesar 35%.
Corporate Secretary KPI, Hermansyah Y Nasroen, mengatakan dua kilang yang disiapkan perusahaan untuk produksi B40 adalah Kilang Planu dan Kilang Kasim.
"KPI siap untuk produksi B40 dari Kilang Plaju dan Kilang Kasim yg selama ini kedua kilang ini melakukan blending untuk produksi B35," ujar Hermansyah saat dikonfirmasi Katadata, Jumat (3/1).
Hermansyah mengatakan, dalam pelaksanaan program B40 Pertamina tidak ada melakukan modifikasi khusus terhadap teknologi kilang. Adapun kapasitasnya mencapai 900.000 barel per bulan.
"Sekitar 800-900 ribu barrel per bulan. Dari kilang kasim kecil saja mayoritas dari plaju," ujarnya,
Sebelumnya, Pemerintah akan menerapkan program mandatori biodiesel 40 atau B40 mulai 1 Januari 2025. Mandatori tersebut membutuhkan 15,6 juta kiloliter biodiesel per tahun. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot memastikan kesiapan pelaksanaan program B40 dapat berjalan dengan baik.
Implementasi program bahan bakar campuran biodiesel 40 persen (B40) pada 2025 mendatang sebagai bagian dari upaya mencapai ketahanan energi sekaligus mendukung Indonesia hijau dan berkelanjutan.
"Kami dengan tim turun mengecek kesiapan implementasi B40 yang akan dimulai pada 1 Januari 2025," ujarnya dikutip dari keterangan tertulis Senin (30/12).
Menurut Yuliot, kebutuhan biodiesel untuk mendukung mandatory B40 diperkirakan mencapai 15,6 juta kiloliter per tahun. Angka tersebut mencakup distribusi ke seluruh Indonesia, sehingga kesiapan dari sisi bahan baku dan rantai pasok menjadi prioritas utama.
Kementerian ESDM juga terbuka terhadap masukan dari berbagai badan usaha untuk memastikan kelancaran implementasi B40. Menurut Yuliot, tantangan dalam penerapan B40 tidak hanya terkait dengan ketersediaan bahan baku, tetapi juga kondisi geografis yang beragam di Indonesia.
"Misalnya, wilayah seperti Dumai yang relatif panas, atau daerah dataran tinggi dengan suhu lebih dingin, apakah ada impact yang perlu disiapkan baik oleh Pertamina maupun badan usaha BBM yang akan melaksanakan mandatori B40," ujar Yuliot.