Kementerian ESDM Klaim 90% Masyarakat Flores Setuju Pembangunan PLTP


Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi, mengatakan mayoritas masyarakat Flores setuju dengan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di wilayahnya.
Eniya menjelaskan informasi yang diterima Kementerian ESDM menunjukan bahwa masyarakat Flores yang menolak akan pembangunan PLTP hanya 10% atau sebagian kecil.
“Bukan mayoritas (yang menolak) loh ternyata. Saya mengatakan bahwa hanya 10% yang menolak (Pembangunan PLTP),” ujar Eniya saat ditemui di Kompleks DPR RI, Rabu (30/4).
Meski begitu, dia mengatakan, 90% masyarakat yang setuju akan pembangunan PLTP tidak melakukan upaya apapun. Hal itu berbeda terjadi pada kelompok yang menolak pembangunan PLTP, dimana kelompok tersebut bersuara lantang.
“Tapi 10% ini blowing-nya ampun-ampunan. Sehingga 90% diem,” ujarnya.
Eniya mengatakan pemerintah pusat bersama dengan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) telah mengumpulkan beberapa kepala daerah setingkat walikota dan bupati yang memiliki potensi pembangunan PLTP di wilayahnya.Selain pemerintah daerah, Eniya juga mengumpulkan lembaga swadaya masyarakat (LSM), sampai dengan ahli untuk memberikan masukan terkait dengan pembangunan PLTP di wilayah Flores.
“Bupati ada yang semi setuju, ada yang semi enggak (pembangunan PLTP). Terus, ini masyarakat saya meminta seperti ini, gitu. Kita tampung, jadi kita tampung semua. Dari pihak sosial, jadi yang dari LSM, terus ada pakar juga yang dari UGM,” ujarnya.
Penolakan Warga
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), warga setempat menolak perluasan proyek PLTP Ulumbu ke Poco Leok karena proyek itu akan menghilangkan lahan dan ruang hidup warga. Selain itu, mata air yang menjadi tumpuan utama warga untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari akan rusak.
Namun, menguatnya penolakan warga atas rencana perluasan penambangan panas bumi tersebut tidak membuat pemerintah dan PLN mengurungkan rencana melanjutkan perluasan proyek PLTP Ulumbu.
Warga juga khawatir terhadap potensi kebocoran gas H2S yang mematikan. Penolakan warga Poco Leok menguat dan meluas setelah terjadi kebocoran gas mematikan H2S di beberapa lokasi tambang panas bumi, seperti di Sorik Marapi, Mandailing Natal, Sumatera Utara, yang menyebabkan lima penduduk tewas dan sedikitnya 275 orang mengalami keracunan.
Di Mataloko, yang bertetangga kabupaten dengan Poco Leok, operasi tambang panas bumi menyemburkan lumpur panas yang menyebabkan sawah warga terendam, sumber air tercemar, hingga merusak ladang pertanian warga. Semburan lumpur panas itu menyebabkan sumber mata pencaharian warga Mataloko menghilang. Selain itu, atap seng rumah warga berkarat sehingga menambah beban pengeluaran warga.
Pembongkaran wilayah Poco Leok untuk perluasan operasi tambang panas bumi yang berada dalam kawasan ring of fire, menambah deretan ancaman terhadap keselamatan warga. Aktivitas ini dikhawatirkan berpotensi memicu peristiwa gempa bumi yang dapat menghadirkan petaka bagi masyarakat.