PLN Sebut Teknologi Insinerator PSEL Tak Akan Berdampak Negatif ke Lingkungan
PT PLN (Persero) memastikan teknologi insinerator yang digunakan dalam proyek pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) tidak akan mengganggu lingkungan. Direktur Manajemen Proyek & Energi Baru Terbarukan PT PLN, Daniel Karmel Fernando Tampubolon, menyatakan teknologi insinerator yang digunakan sudah memenuhi standar baku mutu partikulat emisi di Indonesia maupun internasional.
“Kita pasti membayangkan bahan plastik atau bahan toksik, tentu emisinya bakal beracun. Inilah yang sebetulnya sudah diatasi melalui teknologi insinerator,” kata Daniel, saat diskusi di Bloomberg Technoz Ecoverse 2025, di Jakarta, Kamis (20/11). PLN berperan sebagai offtaker atau pembeli listrik yang dihasilkan PSEL
Daniel mengatakan, tidak akan ada masalah jika insinerator melakukan pembakaran di atas 800 derajat Celsius. Pembakaran dengan suhu tinggi ini meminimalkan emisi berbahaya seperti karbon monoksida (CO) dan senyawa organik yang tidak terbakar sempurna.
WALHI Sebut Insinerator Tetap Berisiko
Manajer Kampanye Tata Ruang dan Infrastruktur Eksekutif Nasional WALHI, Dwi Sawung, memiliki pandangan berbeda. Ia mengatakan penggunaan insinerator punya risiko tinggi bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Pasalnya, sampah di Indonesia yang masih tercampur dapat menimbulkan emisi berbahaya. "Ketika semua itu dibakar, pasti menghasilkan emisi berbahaya ke udara dan residu abu yang bersifat toksik,” ujar Dwi kepada Katadata.co.id, Oktober lalu.
Menurutnya, perlu teknologi pengendali emisi yang ketat untuk menghadapi risiko tersebut. Akan tetapi, harga teknologi tersebut masih mahal.
Sawung lalu menambahkan, dengan porsi sampah organik yang mendominasi di Indonesia, pengelolaannya harusnya lebih mudah. Bisa dikomposkan atau diolah dengan teknologi sederhana. Sistem manajemen sampah yang belum mendukung adalah hambatan untuk pengolahan sederhana ini.
Kualitas Sampah Pengaruhi Efisiensi Energi
Research and Engagement Lead Indonesia Energy Transition IEEFA, Mutya Yustika, juga melihat kurangnya manajemen sampah sebagai hambatan penerapan teknologi insinerator di Indonesia.
"Sampah organik yang tergabung dengan non-organik apabila masuk ke pembangkitnya, bisa mengurangi efisiensi dan meningkatkan biaya operasional," katanya.
Mutya melanjutkan, PSEL bisa jadi peluang untuk mengatasi krisis sampah, namun tantangannya cukup banyak di Indonesia.
