BEI Sebut Produk Investasi Berbasis ESG Tumbuh Pesat, Apa Saja?

Ringkasan
- Anggaran belanja narapidana tetap terjamin, tanpa pemotongan, dalam kebijakan efisiensi anggaran.
- Pemotongan anggaran hanya dilakukan pada belanja barang dan modal, sesuai instruksi Presiden tentang Efisiensi Belanja APBN/APBD.
- Kementerian HAM juga mengalami pemotongan anggaran, namun tetap beraktivitas normal tanpa terpengaruh pemangkasan.

Produk investasi berbasisEnvironmental, Social, and Governance (ESG) terus mencatatkan pertumbuhan di pasar modal Indonesia. Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik menyampaikan bahwa ESG telah menjadi aspek penting dalam strategi pengambilan keputusan investasi oleh para pelaku pasar.
“ESG sekali lagi tidak hanya dipandang sebagai aspek yang baik untuk dimiliki, tetapi menjadi aspek penting dalam strategi pengambilan keputusan investasi,” ujar Jeffrey di Main Hall BEI, Jakarta, Senin (17/2).
Ia mengungkapkan penerbitan Efek Bersifat Utang atau Sukuk (EBUS) berbasis ESG di BEI telah mencapai sekitar Rp 24 triliun.
Sedangkan produk reksadana dan Exchange Traded Fund (ETF) yang mengacu pada indeks bertema ESG pertumbuhannya mencapai 211 kali lipat. Pertumbuhan produk investasinya juga meningkat 25 kali lipat dalam kurun waktu tahun 2015 sampai 2024.
“Itu menunjukkan peningkatan demand (permintaan) yang luar biasa terhadap produk investasi yang mengintegrasikan aspek ESG,” ujar Jeffrey.
BEI berkomitmen untuk terus melakukan inisiatif yang mendorong peningkatan ESG di industri pasar modal Indonesia. Hal itu dilakukan dengan menjadi bagian UN Sustainable Stock Exchanges Initiative (UN SSI) dan menjalankan rekomendasi dari UN SSI.
Selain itu, BEI juga telah meluncurkan dan mengembangkan indeks berbasis ESG. Saat ini, sudah ada lima indeks berbasis ESG di BEI.
“Kami juga melakukan koordinasi terkait pengembangan sustainabilty (keberlanjutan) bersama-sama dengan bursa di kawasan ASEAN dalam forum ASEAN Interconnected Sustainability Ecosystem,” ujar Jeffrey.
BEI juga meluncurkan Net Zero Incubator pada 2024 untuk mendorong dekarbonisasi dari perusahaan tercatat di BEI. “Kami menjalankan workshop dan sosialisasi sebagai bagian dari capacity building (pengembangan kapasitas) kepada stakeholder (pemangku kepentingan) di pasar modal,” ujar Jeffrey.
Selain itu, per 11 Februari 2025, Bursa Karbon Indonesia atau IDXCarbon telah mencatatkan nilai transaksi senilai Rp 70,85 miliar dengan total volume perdagangan sebanyak 1.414.629 dan frekuensi sebanyak 204 kali.
“Kita sudah punya IDX Carbon dan perdagangannya cukup baik, tetapi kita berharap ini bisa terus tumbuh dengan dukungan seluruh stakeholder (pemangku kepentingan) yang ada,” ujar Jeffrey.
Dengan peningkatan investasi berkelanjutan di Indonesia, pihaknya berharap momentum ini dapat dimanfaatkan maksimal oleh seluruh pemangku kepentingan.
“Upaya ini tak hanya mendukung pertumbuhan sustainable finance (pembiayaan berkelanjutan) di Indonesia tapi berkontribusi Net Zero Emission (NZE, emisi bersih nol) Indonesia di 2060 atau lebih cepat,” ujar Jeffrey