Memahami Ketentuan dan Alur Penahanan dalam Penyidikan Pajak
Dalam penyidikan pajak, seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dapat ditahan sebagaimana yang dilakukan dalam sengketa pidana umum. Penahanan tersebut, adalah salah satu rangkaian dari proses penindakan dan pencegahan yang dilakukan penyidik pajak.
Tindakan penahanan ini tidak serta merta dilakukan, karena penyidik pajak telah terlebih dahulu melakukan pemeriksaan. Ini dilakukan, untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data, dan tujuan lainnya dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Kegiatan pemeriksaan dalam penyidikan pajak, kemudian dilanjutkan dengan memanggil tersangka, sanksi, dan/atau ahli. Apabila penyidik pajak khawatir tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan/atau mengulangi tindak pidana perpajakan, maka dapat dilakukan penahanan.
Seperti apa ketentuan penahanan dalam penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan? Simak ulasan berikut ini.
Ketentuan Penahanan dalam Konteks Penyidikan Pajak
Ketentuan penahanan dalam sengketa pidana pajak termaktub dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-06/PJ/2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan beserta lampirannya, dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Berdasarkan pada Pasal 1 angka 20 KUHAP, penahanan adalah suatu tindakan dalam penyidikan pajak berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa, apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
Lalu, berdasarkan Pasal 17 KUHAP, perintah penangkapan tersebut dilakukan terhadap seseorang yang diduga memang telah melakukan tindak pidana, yang didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.
Definisi penahanan sendiri, berdasarkan Pasal 1 Angka 21 KUHAP, adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP. Ini berlaku juga untuk penahanan dalam konteks penyidikan pajak.
Perintah penahanan dilakukan ketika seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana, berdasarkan pada bukti yang cukup, serta adanya kekhawatiran orang tersebut akan melarikan diri, merusak, menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana.
Alur Penahanan dalam Penyidikan Pajak
Dalam penyidikan tindak pidana perpajakan, penahanan atau penangkapan tidak dapat dilakukan begitu saja. Namun, dilakukan berdasarkan alur berikut ini.
1. Pembuatan Laporan Pelaksanaan Penyidikan Pajak
Sebelum penangkapan dan/atau penahanan dilakukan, penyidik pajak terlebih dahulu membuat laporan kemajuan pelaksanaan penyidikan yang diserahkan kepada atasan penyidik. Laporan tersebut, dilengkapi dengan lampiran uraian kejadian, serta usulan rencana penangkapan dan/atau penahanan.
Selain itu, dalam penyidikan pajak, penyidik juga harus menyelesaikan berkas perkara dan menyerahkan barang bukti, serta tersangka kepada penuntut umum terkait dengan penahanan yang dilakukan.
2. Meminta Bantuan kepada Pihak Kepolisian
Dalam penyidikan pajak, upaya penahanan tidak dapat langsung dilakukan oleh penyidik pajak. Sebab, kewenangan penahanan dan/atau penangkapan berada di Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan penangkapan dan/atau penahanan, penyidik pajak harus meminta bantuan kepada penyidik Polri. Permintaan bantuan ini harus dilakukan dengan mengajukan surat permintaan bantuan, yang memuat identitas tersangka, uraian singkat kasus, pasal yang disangkakan, dan pertimbangan perlunya penangkapan dan/atau penahanan.
3. Identifikasi Surat Tugas dan Surat Penangkapan dalam Penyidikan Pajak
Dalam membantu penyidikan tindak pidana perpajakan melalui upaya penangkapan dan/atau penahanan, petugas Polri harus memperlihatkan surat tugas serta memberikan surat perintah penangkapan. Hal ini diatur dalam Pasal 18 KUHAP.
Tembusan surat perintah penangkapan dan/atau penahanan untuk penyidikan pajak tersebut, harus diberikan kepada keluarga yang bersangkutan dengan segera setelah penangkapan dan terjadi.
4. Pemeriksaan dan Penahanan Tersangka
Setelah penangkapan dilakukan, penyidik pajak harus segera melakukan pemeriksaan terhadap tersangka. Dalam upaya penyidikan pajak ini, jika dirasa perlu untuk dilakukan penahanan, maka harus dilakukan selambat-lambatnya satu hari setelah penangkapan dilakukan dengan dibantu oleh kepolisian.
Untuk memeriksa tersangka yang sedang dilakukan penahanan, penyidik pajak mengajukan surat peminjaman tersangka untuk diperiksa kepada penyidik Polri atau petugas rumah tahanan negara.
Sebagai informasi, dalam upaya penyidikan pajak, Polri dapat menahan tersangka paling lama 20 hari. Jika jangka waktu tersebut tidak cukup untuk menyelesaikan pemeriksaan, penyidik pajak dapat meminta perpanjangan penahanan. Permohonan perpanjangan harus diajukan sekurang-kurangnya tujuh hari sebelum batas waktu penahanan berakhir.
Penahanan oleh penyidik kepolisian tersebut dapat ditangguhkan berdasarkan pada permintaan tersangka dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan.
Untuk melakukan penangguhan penahanan dalam upaya penyidikan pajak, penyidik pajak harus mengajukan surat permintaan bantuan untuk menangguhkan penahanan tersangka kepada penyidik Polri.