Belt & Road Initiative, Gurita Investasi Cina di Proyek Kereta Cepat

Dzulfiqar Fathur Rahman
19 Oktober 2022, 14:46
Terowongan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
Dok. PT KAI
Terowongan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) terus mengejar pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang berkali-kali menuai persoalan. Salah satu masalah krusial yakni pembengkakan anggaran yang akhirnya memaksa pemerintah merogoh APBN untuk membiayainya. 

Saat meninjau proyek di Tegalluar, Bandung pada 13 Oktober 2013 silam, Presiden Joko Widodo menyebut saat ini prosesnya sudah mencapai 88%. Ia pun berharap jalur kereta sepanjang 142 kilometer itu akan mulai beroperasi pada Juni 2023. 

Proyek kereta cepat ini, yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), menjadi bagian tak terpisahkan dari gurita bisnis Tiongkok. Pelaksana proyek yakni KCIC merupakan konsorsium yang berisi empat BUMN dan perusahaan Cina. Selama beberapa tahun terakhir, otoritas Cina memang agresif mengembangkan banyak proyek di luar negeri melalui bendera Belt & Road Initiative (BRI).

BRI, yang sebelumnya dikenal sebagai Satu Sabuk Satu Jalan (One Belt One Road atau OBOR), merupakan sebuah inisiatif dari Tiongkok yang melibatkan investasi besar-besaran, terutama ke proyek-proyek infrastruktur. Presiden Xi Jinping, yang telah memimpin sejak 2012, memperkenalkan BRI pada 2013.

Ada dua bagian utama dalam inisiatif ini. Pertama, Sabuknya (Belt), yang menghubungkan Tiongkok ke Asia Tengah dan Selatan, serta Eropa. Kedua, Jalannya (Road), yang menghubungkan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu ke Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika Timur dan Utara, serta Eropa.

Peneliti Lowy Institute Peter Cai menyebut selain alasan geopolitik, salah satu tujuan BRI adalah mengekspor standar-standar teknologi dan teknik (engineering) negara Asia Timur itu.  Data dari Green Finance & Development Center di Shanghai menunjukkan hingga Maret 2022, setidaknya ada 147 negara, termasuk Indonesia telah menekan kesepakatan dalam progam BRI. Adapun nilai investasinya sejak 2013 telah mencapai US$ 932 miliar hingga paruh pertama 2022. Pada semester pertama 2022, Indonesia merupakan salah satu negara penerima investasi BRI terbesar.

Sebagian besar anggotanya berasal dari kawasan Afrika Sub-Sahara dan negara-negara dengan pendapatan menengah ke bawah dan pendapatan rendah. Ini mencerminkan bahwa BRI cocok dengan kebutuhan pembangunan di negara-negara tersebut.

Laporan lain dari Bank Dunia pada 2018 menyebut setengah dari pendanaan proyek-proyek BRI datang dari empat bank milik negara Tiongkok dan sisanya dari Bank Pembangunan Tiongkok, Bank Ekspor-Impor Tiongkok, dan Dana Jalur Sutra.  Dalam kasus KCJB, Bank Pembangunan Tiongkok berkontribusi sekitar 75% pendanaan melalui skema pinjaman. Adapun sisanya berasal dari perusahaan-perusahaan Indonesia dan Tiongkok.

Investasi besar-besaran ini sebagian bermuara ke proyek-proyek infrastruktur yang problematis, seperti proyek rel kereta di Kenya, negara ekonomi terbesar di Afrika Timur. Proyek ini, yang disebut standard-gauge railway (SGR), bertujuan memperbaiki logistik dan memangkas waktu tempuh antara Nairobi, ibukotanya, dan Mombasa. 

Namun, SGR, yang mulai beroperasi pada 2017, gagal menghasilkan keuntungan yang seharusnya digunakan untuk membayar utang ke Tiongkok.

Tiongkok menolak untuk melanjutkan pembangunan tahap akhir dari SGR menyusul berbagai masalah terkait korupsi, pengadaan, dan praktik ketenagakerjaan, berdasarkan laporan yang dirilis pada Maret 2021 oleh Council on Foreign Relations (CFR), sebuah lembaga riset di New York, Amerika Serikat.

Beberapa negara telah berusaha untuk melakukan negosiasi ulang kesepakatan terkait proyek-proyek BRI, termasuk Myanmar dan Malaysia, menurut laporan yang dirilis pada April 2021 oleh CFR. Thailand, misalnya, juga sempat menunda proyek kereta cepat yang akan menghubungkan Bangkok, ibukotanya, dan Nong Khai, kota di perbatasan dengan Laos.

Terlepas dari masalah-masalah tersebut, proyek-proyek BRI diproyeksikan akan berdampak positif terhadap perdagangan, investasi, dan pendapatan negara-negara yang terlibat, menurut Bank Dunia.

BRI juga telah menunjukkan tanda-tanda pergeseran fokus. Pada enam bulan pertama 2022, rata-rata nilai proyek-proyek konstruksi telah menyusut secara tahunan dan keterlibatan dalam proyek-proyek di sektor teknologi tumbuh pesat secara tahunan.

Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...