Profil Dirut Moratelindo (MORA) yang Jadi Tersangka Korupsi BTS
Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Tbk (MORA) Galumbang Menak sebagai tersangka perkara dugaan korupsi proyek penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Bos emiten telekomunikasi itu ditetapkan tersangka pada Rabu (4/1).
Direktur Penindakan (Dirdik) Jampidsus Kejaksaan Agung RI Kuntadi mengatakan dua tersangka lain adalah Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan Yohan Suryanto (YS) selaku Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020. Setelah pemeriksaan, Kejagung langsung menahan tiga tersangka hingga 23 Januari.
“Berdasarkan dua alat bukti, tim penyidik Jampidsus telah meningkatkan penyidikan umum ke tahap penyidikan khusus dengan menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” ujar Kuntadi seperti dikutip dari Antara, Kamis (5/1).
Merujuk laman resmi moratelindo, Galumbang merupakan lulusan Sarjana Teknik dari Universitas Indonesia fakultas teknik jurusan elektro pada tahun 1992. Setelah lulus ia bekerja sebagai engineering di PT Telekomunikasi Indonesia hingga 1996.
Dari Telkom ia kemudian pindah ke PT Telekomindo Primabakti (Rajawali Group) dan menjabat sebagai Senior Manager Business Development. Setahun kemudian ia pindah ke PT Wahana Lintas Sentral Komunikasindo dan dipercaya sebagai Direktur Operasional hingga 2004.
Pada 2001, Galumbang didapuk menjadi Direktur Utama PT Moratelindo. MORA merupakan salah satu penyedia infrastruktur dan jaringan telekomunikasi swasta terbesar di Indonesia yang berdiri sejak tahun 2000.
Moratelindo bergerak dalam bidang aktivitas telekomunikasi dengan kabel, internet service provider, jasa interkoneksi internet (NAP). MORA terkait dengan Grup Sinarmas dengan masuknya Smartfren (FREN) melalui PT Smart Telecom dengan kepemilikan 18,2 persen.
Selain menjabat bos MORA, masih merujuk situs Moratelindo, Galumbang juga menjabat Direktur Utama di PT Gema Lintas Benua, PT Oxygen Multimedia Indonesia, PT Oxygen Infrastruktur Indonesia. Sejak 2012 ia juga menjadi komisaris di Nusatrip.com dan PT Palapa Ring Barat.
Nama Galumbang Menak juga muncul sebagai figur di balik PT Ketrosden Triasmitra Tbk (KETR) yang melakukan Initial Public Offering pada November 2022 lalu. Berdasarkan prospektus KETR, Galumbang disebut sebagai pemilik atau pengendali akhir. Pada saat IPO Ketrosden, Galumbang tercatat menguasai 30,17 persen saham MORA.
Dugaan Korupsi Proyek BTS Kominfo
Kuntadi menjelaskan pada perkara korupsi para tersangka terlibat dalam proyek pembangunan infrastruktur untuk daerah terdepan, terluar, dan tertinggal berupa 4.200 site BTS. Namun, dalam pelaksanaan perencanaan dan pelelangan para tersangka diduga telah merekayasa dan mengondisikan.
“Sehingga di dalam proses pengadaannya tidak terdapat kondisi persaingan yang sehat, sehingga pada akhirnya diduga terdapat kemahalan yang harus dibayar oleh negara,” kata Kuntadi.
Adapun peran tersangka Anang telah dengan sengaja mengeluarkan peraturan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menutup peluang para calon peserta lain. Sedangkan Gelumbang perannya secara bersama-sama memberikan masukan dan saran kepada tersangka AAL ke dalam Peraturan Direktur Utama beberapa hal yang diketahui dimaksudkan untuk menguntungkan vendor dan konsorsium serta Moratelindo. Dalam proyek ini MORA merupakan salah satu supplier salah satu perangkat.
Sedangkan tersangka YS secara melawan hukum telah memanfaatkan Lembaga HUDEV UI untuk membuat kajian teknis yang mengakomodir kepentingan AAL. Kongkalikong itu menyebabkan terjadinya kemahalan harga pada OE.
Akibat perbuatan para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perkara ini telah dinaikkan ke tahap penyidikan pada Rabu (3/11/2022) tahun lalu, setelah penyidik melakukan gelar perkara dan memeriksa sekitar 60 orang saksi pada tahap penyelidikan. Berdasarkan hasil ekspose tersebut ditetapkan, diputuskan telah terdapat alat bukti yang cukup untuk ditingkatkan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur BTS dan infrastruktur pendukung Paket 1,2,3,4 dan 5 BAKTI Kominfo tahun 2020 sampai dengan 2022.
Dalam kegiatan penggeledahan yang dilakukan di lima tempat yang diduga terkait dengan tindak pidana dimaksud, yakni Kantor PT Fiberhome Technologies Indonesia, PT Aplikanusa Lintasarta, PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera, PT Sansasine Exindo, PT Moratelindo, PT Excelsia Mitraniaga Mandiri, dan PT ZTE Indonesia. Ditemukan dokumen-dokumen penting yang terkait dengan penanganan perkara tersebut.
Ada lima paket proyek yang ditangani Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo itu berada di wilayah 3T, yakni terluar, tertinggal, dan terpencil, seperti Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan NTT. Wilayahnya meliputi wilayah Indonesia terluar, tertinggal, dan terpencil.
Proyek tersebut diinisiasi sejak akhir 2020 terbagi atas dua tahap dengan target menyentuh 7.904 titik blank spot serta 3T hingga 2023. Tahap pertama, BTS berdiri ditargetkan di 4.200 lokasi rampung pada tahun 2022 dan sisanya diselesaikan tahun 2023.