Bank Yama di Tengah Pusaran Utang-Piutang Jusuf Hamka
Pekan ini, Kementerian Keuangan menegaskan belum akan membayarkan utang ke perusahaan Jusuf Hamka, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), yang diklaim nilainya saat ini sebesar Rp800 miliar. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dalam menangani persoalan ini, Kementerian Keuangan perlu melihat kepentingan negara dan kepentingan keuangan.
Ia mengatakan pemerintah dan seluruh pihak terkait untuk melihat secara menyeluruh kasus tersebut. "Negara waktu itu menyelamatkan sektor keuangan dan sekarang malah harus membayar kembali bank-bank yang sudah diselamatkan oleh negara," kata dia Senin, (12/6).
Sementara itu, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban mengingatkan Jusuf Hamka mengenai utang ratusan miliar yang dicetak tiga anak perusahaan CMNP kepada negara. Rionald yang juga menjabat sebagai Ketua Satgas BLBI mengatakan utang tersebut masih terkait dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Sebelumnya, Jusuf Hamka menagih utang CMNP ke pemerintah sebesar Rp800 miliar. Utang itu berasal dari deposito milik CMNP yang ditempatkan di Bank Yakin Makmur (Yama).
Pada krisis keuangan 1998, deposito itu tak dapat dicairkan meski pemerintah telah mengucurkan sejumlah dana talangan melalui BLBI. Alasannya, CMNP disebut-sebut masih terafiliasi dengan Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut Soeharto, pemilik Bank Yama.
Sejak Bank Yama dilikuidasi pemerintah, utang itu belum dibayar sampai saat ini.
Bank Yama dan Keluarga Cendana
Bank ini dilikuidasi pemerintah pada 13 Maret 1999 karena dianggap berkinerja sangat buruk. Kepercayaan konsumen terhadap bank ini disebut-sebut menurun sehingga terjadi penarikan uang besar-besaran oleh nasabah.
Tak ada catatan terekam di jagat maya mengenai pendirian bank yang merupakan milik Tutut Soeharto ini. Namun Richard Borsuk dan Nancy Chng melalui bukunya berjudul, Liem Sioe Liong dan Salim Grup: Pilar Bisnis Soeharto, menyebutkan gelagat persoalan pada Bank Yama mulai terendus pada 1995.
Saat itu, Bank Indonesia menyatakan bank milik anak sulung Presiden Soeharto itu memerlukan bantuan teknis dan manajemen dari bank lain untuk membenahi kondisi operasional bank.
BI kemudian menunjuk Bank Negara Indonesia untuk membantu pemulihan Bank Yama, namun gagal.
Pada Mei 1997, Sudono Salim yang memiliki Bank Central Asia (BCA) dan Indofood, diminta untuk membantu menyehatkan Bank Yama. Saat itu, Bank Yama tengah berada di ujung tanduk karena mengalami kegagalan finansial cukup parah.
BCA kemudian memberikan dana penyelamatan dan mengambil 25% saham Bank Yama untuk menyelamatkan bank milik Cendana tersebut. Tindakan itu dapat mencegah sementara penutupan Bank Yama oleh Bank Indonesia.
Setelah Soeharto lengser, barulah publik mengetahui Bank Yama yang dimiliki oleh Tutut Soeharto memberikan pinjaman besar kepada TV Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) -- yang juga dimiliki oleh Tutut Soeharto. Pinjaman itu berupa pinjaman sindikasi dan modal kerja.
Selain itu, Bank Yama juga memberikan pinjaman kepada PT Chandra Asri Petrochemical Centre, perusahaan yang bergerak di industri petrokimia, yang dimiliki salah satunya oleh Bambang Trihatmodjo (putra kedua Presiden Soeharto).
Setelah memberikan pinjaman tersebut, Bank Yama mengalami kebangkrutan.
Tersangkut BLBI
Tutut Soeharto menjadi salah satu obligor atau pemilik bank yang menerima dana BLBI pada periode 1997-1998. Nama putri sulung Soeharto tersebut masuk daftar obligor prioritas dalam dokumen Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.
Adapun aset Tutut yang masuk radar Satgas BLBI adalah PT Citra Cs, yang terdiri dari: PT Citra Matarama Satriamarga; PT Marga Nurindo Bhakti; dan PT Citra Bhakti Margatama Persada.
Pada 2021, Satgas BLBI melakukan penguasaan dua aset tanah dan bangunan bekas kasus BLBI dalam rangka menyelesaikan dan memulihkan hak negara dari dana BLBI.
Salah satu aset yang disita berupa tanah seluas 26,92 ribu meter persegi di Jalan K.H Mas Mansyur, Karet Tengsin, Jakarta Pusat. Tanah tersebut tercatat sebagai aset properti eks BPPN yang berasal dari Barang Jaminan Diambil Alih (BJDA) debitur atas nama PT Sinar Bonana Jaya (PT SBJ) eks Bank Yama.