Pilpres Mampu Pengaruhi Investor Asing di Pasar Modal
Pasar modal Indonesia sedang diminati oleh investor asing, hal itu terlihat dari aksi investor asing yang sudah mencatatkan pembelian bersih saham sebesar Rp 7,89 triliun di seluruh pasar dan Rp 6,09 triliun di pasar reguler. Analis memperkirakan, aksi beli bersih ini akan berlanjut hingga akhir tahun ini.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan, salah satu yang membuat investor asing meneruskan aksi tersebut jika pada Pemilihan Umum Presiden yang akan digelar pada April nanti, Calon Presiden nomor urut 1, Joko Widodo (Jokowi) mampu mempertahankan kursi presidennya.
Simpulan William tersebut karena dia melihat investor asing melakukan pembelian bersih kebanyakan pada saham-saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan konstruksi. Adapun, perusahaan konstruksi tersebut lekat dengan citra Jokowi, sehingga terlihat optimisme investor asing jika Jokowi menjabat lagi sebagai presiden.
"In case, Jokowi kalah, kemungkinan net buy terhenti karena itu bentuk kekecewaan. Bagaimana juga Indonesia sudah dapat investment grade yang bagus karena hasil kerja Jokowi saat ini," kata William ketika dihubungi oleh pihak Katadata.co.id, Rabu (16/1).
(Baca: IHSG Naik Tipis 0,07%, Pembelian Bersih Investor Asing Capai Rp 1,45 T)
Meski begitu, William tidak menyangkal bila Calon Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto terpilih sebagai Presiden RI ke-8 juga akan mampu menjaga tren investor asing berada di pasar modal dalam negeri. Namun, nantinya investor tersebut akan menunggu arah pemerintahan yang baru seandainya Prabowo yang menang.
"Selagi net buy terhenti, mereka akan mencermati arah pemerintahan yang baru. Jika masih seiring dengan yang sudah berjalan, maka memungkinkan mereka (investor asing) masih akan optimis kembali," kata William.
Hal senada juga datang dari Analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra. Menurutnya, meski tren Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat saat diadakan Pemilu, namun salah satu risiko jika Jokowi gagal menjadi presiden, sektor konstruksi akan terkoreksi. Terlebih dia menilai kebijakan Prabowo cenderung anti-asing.
"Namun, ini masih sangat awal dan spekulatif. Masing-masing Capres memiliki kebijakan masing-masing. Sebaiknya, kita tunggu kebijakan yang lebih presisi saat debat Capres nanti. Asing tentu terus mengamati dan dinamika akan terus berjalan," kata Aditya.
Menurut Aditya, untuk tetap mempertahankan minat asing terhadap pasar modal dalam negeri, pihak Prabowo bisa menjalankan beberapa program yang sudah bagus di era kepemimpinan Jokowi pada lima tahun ke belakang. Salah satunya meneruskan program pembangunan di sektor infrastruktur yang menjadi salah satu ujung tombak kepemimpinan Jokowi.
(Baca: Jelang Debat Capres, Prabowo-Sandi Tajamkan Visi-Misi)
Aditya menambahkan, selain faktor Pemilu, minat investor asing terhadap pasar modal Indonesia juga disebabkan oleh kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih yang tersedia bagi pemilik atau investor. Selain itu pengaruhnya juga berasal dari pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan selisih suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain menjadi daya tarik yang kuat bagi investor asing.
Menurutnya, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, pertumbuhan pendapatannya lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan di pasar modal yang ada di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. "Asalkan kondisi eksternal mendukung, maka optimisme investor juga akan terbentuk," katanya.
Sementara, William Hartanto menambahkan, ketidakpastian pada ekonomi global bisa membuat dana asing pindah ke negara berkembang. William menilai ekonomi Indonesia termasuk baik meski beberapa data masih negatif seperti neraca perdagangan. Namun, kinerja emiten secara fundamental dinilainya masih bagus dan terbukti mampu melalui tahun 2018 yang dikhawatirkan krisis, dengan baik.
"Karena di saat tingginya ketidakpastian, negara dengan ekonomi paling stabil akan menjadi sasaran alternatif, kuncinya di stabilitas," kata William.
(Baca: Kekhawatiran Perlambatan Ekonomi Tiongkok Wall Street Kembali Koreksi)
Namun, tren IHSG yang terkoreksi pada medio Mei hingga September 2018 bisa mempengaruhi minat asing juga dan bisa membuat asing melakukan penjualan bersih saham di pasar modal dalam negeri. Sedangkan pada akhir tahun, biasanya IHSG kembali positif dan membuat investor asing kembali beli bersih. Dengan mempertimbangkan berbagai hal tersebut, William memperkirakan hingga akhir tahun 2019, prediksinya asing akan melakukan net buy sebesar Rp 30 triliun.