Perang Dagang Dimulai, Bursa Global Berguguran dan IHSG Anjlok 2%
Bursa saham Asia berguguran pada perdagangan Jumat (23/3), mengekor pelemahan di bursa saham Eropa dan Amerika Serikat (AS). Di dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat anjlok 2% di awal perdagangan. Kejatuhan indeks saham global terjadi seiring memanasnya hubungan dagang antara AS dengan Tiongkok.
Saat berita ini ditulis, indeks Nikkei 225 dan Topix di Jepang anjlok masing 3,42% dan 2,76%, Hang Seng di Hong Kong merosot 2,63%, dan CSI 300 di Tiongkok turun 2,54%. Sementara itu indeks di negara-negara berkembang yang tercermin dari MSCI AC Asia Pacific tercatat menguat tipis 0,06%.
Sebelumnya, bursa saham Eropa dan Amerika Serikat (AS) juga ditutup anjlok. Euro Stoxx 50 Pr tercatat turun 1,55%. Di sisi lain, Dow Jones turun 2,93%, S&P 500 turun 2,52%, dan Nasdaq turun 2,43%.
Aksi jual (sell-off) di bursa saham terjadi setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memerintahkan penerapan tarif tinggi untuk setidaknya US$ 50 miliar impor dari Tiongkok. Instruksi Trump tersebut membuat hubungan dagang kedua negara memanas dan meningkatkan kekhawatiran pasar soal dampaknya ke perekonomian dunia.
(Baca juga: Perang Dagang Trump Berpotensi Kurangi Laju Ekonomi Indonesia)
Bloomberg memberitakan, beberapa jam setelah instruksi Trump, Menteri Perdagangan Tiongkok menyatakan berencana untuk menerapkan tarif 25% untuk impor daging babi dan alumunium daur ulang dari AS, serta tarif 15% untuk pipa baja, buah dan minuman anggur produksi AS.
Negeri Tirai Bambu tersebut juga akan membawa persoalan dagang dengan AS ke Organisasi Perdagangan Internasional (World Trade Organization/WTO) dan meminta adanya dialog untuk menyelesaikan sengketa yang tengah terjadi.
(Baca juga: Bappenas Usul Bea Antidumping Untuk Atasi Serbuan Impor Baja Tiongkok)
Investor disebut-sebut melepas saham dan beralih ke surat berharga AS dan mata uang yen Jepang. Imbasnya, imbal hasil surat utang AS kembali turun ke level 2,8% dari sebelumnya sempat menembus 2,9%. Di sisi lain, nilai tukar yen menembus US$ 105 per dolar AS, tertinggi sejak November 2016.