Komisaris BEI Sebut Emiten Didorong Terapkan ESG Mulai 2022
Bursa Efek Indonesia (BEI) mendorong seluruh perusahaan terbuka untuk memiliki prinsip aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan (environment, social, and governance/ESG) mulai 2022. Komisaris BEI Pandu Sjahrir mengatakan penerapan prinsip ESG di antaranya dengan mewajibkan para emiten menyampaikan laporan berkelanjutan (sustainability report) secara bertahap.
Sejauh ini, sudah ada 135 emiten di bursa yang telah menerbitkan laporan berkelanjutan tahun 2020. Jumlah itu tercatat meningkat signifikan dari 54 emiten pada tahun sebelumnya.
"Tahun depan kami akan fokus mulai ke ESG untuk menaikkan kesadaran investor lokal dan perusahaan-perusahaan tercatat. Dari situ mereka akan lihat sendiri benefitnya," kata Pandu dihubungi Katadata.co.id, Rabu (1/9).
Pandu menilai penerapan aspek ESG berpotensi membuat korporasi menangguk keuntungan di masa depan. Penerapan ESG akan memberikan berkontribusi pada efisiensi, produktivitas, manajemen risiko jangka panjang, hingga peningkatan operasional.
"Perusahaan yang fokus ke ESG ke depan akan dapat banyak cuan daripada perusahaan konvensional," kata Pandu dalam diskusi di Clubhouse pada Selasa (31/8) malam.
Pernyataan tersebut sejalan dengan studi Asian Development Bank Institute yang menyebutkan perusahaan berbasis ESG di Asia Tenggara lebih untung dibanding perusahaan non-ESG. Rerata margin laba bersih 143 perusahaan di 10 negara Asia Tenggara yang mengedepankan investasi hijau hampir 2% lebih besar.
Atas dasar itu, Pandu menilai perusahaan yang berfokus pada ESG bakal semakin diminati oleh investor. Para investor, khususnya dari luar negeri, sudah tak lagi menanyakan bagaimana prospek suatu perusahaan ke depannya.
Mereka lebih fokus melihat bagaimana prinsip ESG dijalankan oleh perusahaan tersebut. "Jadi kalau punya bisnis berbasis ESG, itu sekarang menjadi salah satu cara untuk lebih kompetitif menarik dana dari investor," kata Pandu.
Sehingga, dia meyakini investasi terhadap perusahaan berbasis ESG di tanah air akan semakin besar ke depannya. Ini sejalan dengan tren peningkatan investasi ESG yang juga terlihat di berbagai belahan dunia.
Di Eropa, misalnya, investasi yang mengedepankan ESG naik dari US$ 12 miliar pada 2016 menjadi US$ 14 miliar pada 2018. Tren peningkatan juga terlihat di Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Australia, serta Selandia Baru.
Saat ini, porsi investasi berbasis ESG di Indonesia masih relatif kecil dibandingkan dengan jenis konvensional. Berdasar data yang dihimpun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Desember 2020, hanya ada 14 produk reksa dana dan ETF berbasis ESG dengan nilai dana kelola (asset under management/AUM) mencapai Rp 3,062 triliun. "Kalau di Indonesia memang baru mulai," katanya.
Meski porsi investasi berbasis ESG di Indonesia masih sedikit, trennya terus mengalami peningkatan. Berikut grafik Databoks: