Menko Airlangga Minta BEI Siapkan Skema Perdagangan Emisi Karbon
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mempersiapkan skema perdagangan karbon (carbon trading) di dalam negeri.
Pengembangannya dilakukan bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"BEI perlu mempersiapkan terkait dengan karbon trading yang juga dipersiapkan oleh Menteri Keuangan (Sri Mulyani) bersama Ibu KLHK (Siti Nurbaya Bakar)," kata Airlangga dalam CEO Networking 2021, Selasa (16/11).
Carbon trading adalah perdagangan, salah satunya, antar-negara yang disusun untuk mengurangi emisi karbon dioksida. Kegiatan tersebut diketahui telah menyumbang sebagian besar perdagangan emisi di dunia.
Perdagangan emisi karbon ini suatu bentuk perdagangan emisi yang dengan khusus mentargetkan karbon dioksida dalam satuan ton dan sudah menjadi perdagangan emisi terbesar. Perdagangan tersebut bekerja dengan menetapkan batas secara kuantitatif yang dihasilkan oleh penghasil emisi.
Melalui program ini, suatu negara yang memproduksi emisi karbon lebih banyak dapat mengeluarkan emisi tersebut dari negaranya. Sedangkan negara yang memiliki emisi lebih sedikit bisa menjual hak menghasilkan emisi sesuai batasnya ke negara atau wilayah lainnya.
Airlangga mengatakan, pemerintah mengapresiasi langkah BEI dalam memfasilitasi penerbitan sejumlah instrumen investasi hijau. Seperti surat utang hijau atau green bond dan green sukuk.
Ia mengatakan, Indonesia merupakan negara yang punya kekuatan terkait sistem penangkapan karbon (carbon capture) di sektor pertambangan dan energi. Sehingga sejumlah proyek percontohan sedang disiapkan untuk menunjang perkembangannya.
Indonesia juga memproduksi energi terbarukan, seperti panas bumi. Hal ini otomatis akan memperoleh mekanisme pembangunan bersih (clean development mechanism/CDM) dalam bentuk CO2 pricing.
"Namun semua yang ada sampai saat ini, kalau istilah di pasar modal over the counter, tidak terbuka secara transparan dari masing-masing antara perusahaan di Indonesia dengan perusahaan global," kata Airlangga.
Airlangga mengatakan, mekanisme perdagangan karbon ini diharapkan bisa meluncur paling lambat Oktober 2022, dimana pada periode tersebut Indonesia menjadi presidensi G20.
"(Presidensi G20) mulai 1 Desember sampai Oktober tahun depan diharapkan carbon trading ini bisa diluncurkan," katanya.
Menurut dia, peluncuran skema perdagangan karbon memang menjadi pekerjaan rumah untuk Direksi BEI yang didukung oleh Kementerian Keuangan, KLHK, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pasalnya, ia perdagangan tersebut terjadi di Indonesia, bukan negara lain.