Prospek Investasi Reksa Dana 2023: Habis Gelap, Terbitlah Terang

Lavinda
Oleh Lavinda
9 Desember 2022, 13:24
Investasi
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nz
Layar menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020).

Investor reksa dana masih dapat mencari peluang keuntungan investasi sesuai profil risiko dan tujuan keuangan, di tengah banyaknya berita negatif tentang prospek suram ekonomi global. 

Hasil riset dan analisis Bareksa, perusahaan marketplace reksa dana melaporkan, sejumlah sentimen penggerak ekonomi datang dari global dan domestik.

Dari sisi global, perlambatan inflasi dan meredanya efek perang Ukraina dan Rusia menjadi sinyal positif pendukung ekonomi dan pasar tahun depan.

"Selain itu, Bank Sentral Amerika Serikat dapat mengubah sikap kebijakan atau pivoting bergantung pada data ekonomi tersedia. Hal ini menyebabkan kondisi pasar ke depan masih tidak pasti," ujar Head of Investment Bareksa Christian Halim dalam laporan tertulisnya, Jumat (9/12). 

Chris menjelaskan, kenaikan tingkat suku bunga di negara maju seperti, AS dan Eropa diproyeksikan mendorong perlambatan ekonomi. Di sisi lain, jika inflasi melandai dan kebijakan suku bunga mulai melonggar akan jadi sentimen positif untuk aset yang lebih berisiko seperti saham dan reksadana saham.

Hingga semester I 2023, menurut konsensus pasar, tingkat suku bunga acuan AS masih akan naik sebelum mencapai puncaknya di terminal rate 5% - 5,25% dari level saat ini 3,75% - 4%.

Risiko resesi dibarengi dengan risiko geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina dan ketegangan Cina-Taiwan, serta berlanjutnya lockdown Cina juga diperkirakan masih akan membayangi ekonomi selama periode tersebut.

Namun, memasuki semester II 2023, investor diperkirakan dapat melihat inflasi yang lebih rendah dan stabil, sehingga muncul harapan terjadinya pemangkasan tingkat suku bunga acuan.

Bahkan tidak menutup kemungkinan, penurunan laju inflasi yang lebih cepat akibat perlambatan ekonomi global tahun depan dapat mendorong pemangkasan suku bunga yang lebih cepat oleh bank sentral global.

Hal ini bisa berdampak positif bagi pasar saham, maupun imbal hasil (yield) obligasi acuan, yang pada akhirnya dapat mendorong kinerja reksa dana saham dan pendapatan tetap.

Di samping itu, Chief Investment Officer Jagartha Advisors Erik Argasetya menjelaskan, sentimen domestik yang dapat menggerakkan pasar pada tahun depan adalah terkait kondisi politik.

Menurut dia, menjelang pemilihan presiden baru, tensi politik memang terjadi, namun investor dapat melihat ‘berkah’ dari fenomena kampanye.

"Gelontoran dana kampanye yang sangat besar nilainya pada hilirnya dapat mendorong aktivitas ekonomi terutama sektor consumer goods. Terlebih, data historikal menunjukkan bahwa pengeluaran konsumen baik rumah tangga maupun pemerintah cenderung mengalami akselerasi pertumbuhan menjelang dan selama penyelenggaraan pemilu.” jelas Erik.

Rekomendasi Investasi Reksa Dana

Erik menyarankan strategi yang dapat dilakukan oleh investor high net worth individual (HNWI) adalah dengan melakukan rebalancing portofolio mengingat adanya risiko perlambatan ekonomi global, yang bahkan dapat berujung pada ancaman resesi. Meskipun demikian, porsi tersebut tetap harus menyesuaikan dengan profil risiko dari investor.

Kemudian, seiring dengan penurunan yield yang mendorong harga obligasi di semester kedua, investor disarankan untuk menambah porsi reksadana pendapatan tetap berbasis Surat Berharga Negara (SBN).

Menurut pandangan Erik, memasuki semester II-2023, jika risiko resesi dan inflasi global semakin menurun, investor dapat menambahkan porsi investasi pada reksadana berbasis saham sektor properti dan infrastruktur yang saat ini masih tertinggal karena tertekan kenaikan suku bunga.

Kemudian, Managing Partner Bareksa Prioritas Citra Putri mengingatkan investor HNWI untuk tetap melakukan diversifikasi di berbagai kelas aset untuk meminimalisir risiko dan aksi berjaga-jaga.

Reksadana pasar uang nilainya cenderung stabil dan sifatnya likuid sehingga memiliki kemiripan seperti memegang uang cash.

"Investor yang risk averse dapat menambah alokasi dana di reksadana pasar uang. Sementara investor yang risk taker dapat menjaga risikonya dengan menaruh sebagian di pasar uang dan sisanya dialokasikan di reksadana saham maupun pendapatan tetap, atau dengan memilih instrumen reksadana campuran," tambah Citra.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...