Hadapi Risiko Bunga Tinggi dan Inflasi, Bagaimana Prospek Saham Bank?
Sektor perbankan akan menghadapi tantangan seperti risiko inflasi, era suku bunga tinggi hingga meningkatnya tensi geopolitik. Namun di samping hal itu, terdapat beberapa faktor yang membuat prospek perbankan masih menarik pada tahun ini.
Kepala Divisi Riset Bursa Efek Indonesia (BEI) Verdi Ikhwan mengatakan meski menghadapi tantangan, 76,6% analis merekomendasikan pembelian saham perbankan berdasarkan data Bloomberg per Maret 2024.
"Sementara sebanyak 2,7% analis merekomendesikan jual. Serta sisanya, sebanyak 20,7% analis merekomendasikan untuk tetap mempertahankan saham-saham tersebut," kata Verdi, dalam paparannya di acara Market Outlook Sektor Perbankan 2024, Senin (22/4).
Verdi juga membeberkan beberapa tantangan yang akan dihadapi oleh sektor perbankan. Pertama, risiko inflasi di era suku bunga tinggi. Menurutnya, meskipun inflasi global cenderung mulal melambat, namun beberapa negara masih belum dapat mencapai target inflasi yang dinginkan. Sehingga suku bunga acuan tetap dipertahankan pada level yang tinggi.
Kedua, risiko perlambatan ekonomi global. Pertambatan ekonomi Cina dan era suku bunga tinggi berpotensi menyebabkan kenaikan cost of funds sehingga dapat membatasi pertumbuhan kredit.
Ketiga, kenaikan imbal hasil instrumen safe haven. Meningkatnya ketidakpastian ekonomi global mendorong investor untuk mengalihkan kepemilikan asetnya dari aset yang berisko tinggi menuju aset yang bersifat safe haven.
Keempat, yaitu adanya tensi geopolitik. Eskalasi konfik geopolitik di Timur Tengah dapat menyebabkan terganggunya rantai pasok giobal sehingga berpotensi terjadi inflasi harga komoditas penting dunia dan perlambatan ekonomi global.
Kelima yaitu pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) melambat. DPK perbankan tumbuh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit per Februari 2024. Hal tersebut berimplikasi pada kenakan Loan to Depost Ratio (LDR) atau pengetatan likulditas sehingga menyebabkan kenaikan cost of fund.
Walau demikian, Verdi menyebut ada beberapa faktor pendukung pertumbuhan sektor perbankan. Seperti kredit masih berpotensi tumbuh. Hal ini seiring dengan target pertumbuhan kredit perbankan dari Bank Indonesia sebesar 10 sampai dengan 20%. Adapun hingga Februari 2024, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 11,28%, didorong oleh modal kerja.
Faktor-faktor lainnya seperti digitalisasi perbankan yang bertumbuh sangat pesat di tengah meningkatnya aktivitas masyarakat di ranah daring. Kedua dari perspektif investor, dividen payout ratio (DPR) bank berkapitalisasi besar bahkan dapat mencapai 60 sampai 80%.
"Lalu jika suku bunga berangsur turun, kinerja sektor yang sensitif terhadap suku bunga, seperti infrastruktur, properti, dan real estat, yang berpotensi meningkat dan mendorong permintaan kredit," sebut Verdi.
Chief Ekonomist Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan prospek sektor perbankan masih positif di tahun 2024. Bahkan Andry merangkum lima faktor pendorong pertumbuhan kredit dan funding atau pembiayaan.
"Pertama yaitu pertumbuhan ekonomi domestik yang masih di kisaran 5% didorong mayoritas sektor domestik. Seperti makanan dan minuman, transportasi dan telekomunikasi," tutur Andry.
Kedua, ekspektasi suku bunga acuan yang turun di 2024 dan 2025. Dalam hal ini, Andry menilai jika perbankan memiliki bargaining position yang lebih baik dalam mengelola cost of fund dan borrowing serta potensi peningkatan pembiayaan.
Selanjutnya yatu sektor komoditas yang relatif flat atau tidak turun lebih dalam. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan penempatan dana di perbankan.