Ini Alasan Morgan Stanley Turunkan Peringkat Saham RI Jadi Underweight

Nur Hana Putri Nabila
12 Juni 2024, 10:09
Para analis Morgan Stanley termasuk Daniel Blake menurunkan rekomendasi terhadap saham-saham di Indonesia menjadi underweight dalam catatan yang ditulis pada 10 Juni.
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Para analis Morgan Stanley termasuk Daniel Blake menurunkan rekomendasi terhadap saham-saham di Indonesia menjadi underweight dalam catatan yang ditulis pada 10 Juni.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Para analis Morgan Stanley termasuk Daniel Blake menurunkan rekomendasi terhadap saham-saham di Indonesia menjadi underweight dalam catatan yang ditulis pada 10 Juni. Mereka menganggap bahwa ketidakpastian kebijakan fiskal Indonesia, tren suku bunga The Fed yang tinggi, dan menguatnya dolar Amerika Serikat (AS) menimbulkan risiko bagi investasi di pasar modal Tanah Air.

Dengan demikian, mereka menurunkan peringkat investasi di saham-saham Indonesia menjadi “underweight” atau dengan kata lain menyarankan kepada investor untuk mengurangi bobot portofolionya di pasar saham Indonesia dalam alokasi pasar Asia dan pasar negara berkembang.

Mereka juga khawatir terhadap janji-janji kampanye Presiden RI Terpilih Prabowo Subianto. Misalnya, memberikan makan siang dan susu gratis kepada siswa, yang bisa menambah beban keuangan pemerintah dalam jumlah yang signifikan.

"Di sisi lain, prospek pendapatan perusahaan-perusahaan di Indonesia juga melemah,” tulis analis Morgan Stanley seperti dikutip Bloomberg, Rabu (12/6). Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi global yang tidak menentu dan tekanan dari penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah. 

Perubahan sikap Morgan Stanley ini terjadi ketika indeks dolar AS mulai bergerak naik menjelang keputusan suku bunga Federal Reserve yang dilaksanakan Rabu (12/6) dan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada minggu depan.

Sektor Finansial Masih Stabil di Tengah Ketidakpastian Global

Sebelumnya, Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 10 Juni lalu menilai sektor jasa keuangan masih stabil di tengah ketidakpastian global akibat konflik geopolitik, potensi meluasnya perang dagang, dan kinerja perekonomian global yang di bawah ekspektasi.

OJK menyebut tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina kembali meningkat seiring dengan kenaikan tarif bea masuk terhadap produk-produk teknologi, energi terbarukan, dan besi baja. Di sisi lain, The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuannya sebanyak dua kali pada akhir 2024.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2024 lebih tinggi daripada ekspektasi pasar karena ditopang pengeluaran pemerintah dan lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT), kenaikan gaji dan pembayaran THR, serta periode Lebaran. Meski demikian, indikator perekonomian pada awal kuartal kedua 2024 menunjukkan moderasi pertumbuhan. Hal ini tercermin pada permintaan masyarakat dan kinerja sektor yang terkait komoditas.

OJK menyebutkan, sejak awal tahun ini hingga akhir Mei, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 4,15% ke level 6.970,74. Nilai kapitalisasi pasar IHSG naik 1,29% menjadi Rp 11.825 triliun. Pelemahan terlihat pada saham-saham sektor teknologi serta transportasi dan logistik.

Meski demikian, OJK mengatakan penghimpunan dana di pasar modal masih menunjukkan tren positif. Nilai penawaran umum mencapai Rp 86,92 triliun. Selain itu, terdapat 141 perusahaan yang mengantre untuk melaksanakan penawaran umum saham maupun obligasi dengan perkiraan nilai indikatif mencapai Rp 56,92 triliun.

Reporter: Nur Hana Putri Nabila

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...