Polemik Mekanisme Perdagangan Saham BEI, dari FCA hingga Short Selling
Penerapan mekanisme perdagangan oleh Bursa Efek Indonesia atau BEI belakangan mengundang polemik di kalangan publik, khususnya pelaku pasar. Kebijakan lelang berkala secara penuh atau full call auction (FCA) di Papan Pemantauan Khusus hingga rencana BEI menerapkan short selling atau transaksi jual kosong mengundang pro dan kontra.
Ketentuan FCA mulai diterapkan pada 25 Maret 2024. Pada saat itu sudah ada beberapa saham yang masuk dalam Papan Pemantauan Khusus (PPK) dan dikenai ketentuan FCA. Namun, aturan ini mulai menuai perdebatan ketika saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) masuk ke dalam PPK pada 29 Mei 2024.
Sebelum masuk ke dalam PPK, BEI telah menyebut saham BREN masuk unusual market activity (UMA) dan dihentikan sementara perdagangan sahamnya (suspend) karena kenaikan harga saham yang luar biasa sejak initial public offering (IPO) pada 9 Oktober 2023. BREN bahkan beberapa kali menduduki posisi puncak saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di BEI, melampaui PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Saham yang terkena aturan FCA ini hanya bisa dilelang di pasar negosiasi beberapa kali dalam sehari. Hal ini membuat investor kesulitan melihat harga acuan karena tidak jelas harga permintaan (bid) dan penawaran (offer).
Beberapa kalangan menilai masuknya BREN ke dalam PPK dan terkena ketentuan FCA justru menyeret penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) . Misalnya, pada 5 Juni 2023 IHSG ditutup anjlok 2,1% ke level 6.947. IHSG kembali terperosok 1,1% ke 6.897 pada 7 Juni 2024. IHSG juga tercatat merosot 1,42% ke 6.734 pada 14 Juni 2024.
Beberapa kelompok investor meluncurkan petisi di Change.org untuk memprotes kebijakan PPK dan FCA. Petisi ini sudah ditandatangani oleh lebih dari 15.000 orang. Mereka menilai kebijakan tersebut membuat investor bertransaksi di dalam gelap karena tidak adanya informasi bid dan offer.
Kebijakan FCA Kurang Sosialisasi
Menanggapi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kebijakan FCA di papan pemantauan khusus BEI mendapat respons negatif dari investor pasar modal karena kurang sosialisasi. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menyebut FCA di papan pemantauan khusus dibuat agar para investor dapat terlindungi.
"Dikatakan jika hampir keseluruhan turun. Betul, tapi perlu dilihat bahwa selama ini saham itu tidak ada likuiditas dan bertengger di Rp 50 dan tidak bentuk harga yang baru," kata Inarno dalam konferensi pers RDKB, Senin (10/6).
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun ikut bersuara dan berniat mendalami aturan tentang lelang berkala secara penuh atau full call auction (FCA) di papan pemantauan khusus Bursa Efek Indonesia atau BEI.
"Di tempat Pak Inarno, misalnya ada masalah FCA, tetap bisa kami dalami walaupun Bapak mungkin tidak mau melaporkan," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Fredric Palit, Rabu (25/6).
Sementara itu, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI Irvan Susandy, menyatakan penerapan FCA telah mampu mengurangi volatilitas harga yang semula sangat tinggi menjadi lebih stabil. Hal itu terjadi baik pada periode hibrida di pertengahan atau Juni 2023, hingga penerapan FCA untuk seluruh kriteria pada Maret 2024.
Irvan mengatakan, dari 69 saham yang masuk selama periode tersebut, sebanyak 28 saham telah keluar dari PPK. Mayoritas saham yang masuk memiliki kriteria satu, yaitu saham dengan harga rata-rata enam bulan yang di bawah Rp 51.
“Saham yang keluar, mayoritas atau 13 saham adalah saham yang karena kriteria tujuh atau kriteria likuiditas,” kata Irvan dalam konferensi pers Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) 2024 secara virtual, Rabu (26/6).
Short Selling dan Fatwa Haram dari MUI
Setelah kontroversi Papan Pemantauan Khusus dan FCA, BEI melempar rencana untuk menghidupkan lagi transaksi short selling pada Oktober 2024. Wacana ini direspons negatif oleh sejumlah pelaku pasar, mereka menilai otoritas bursa terlalu tergesa-gesa ingin menerapkan kembali short selling.
Short selling adalah transaksi jual beli saham, di mana investor tidak memiliki saham untuk melakukan transaksi tersebut. Hal ini merupakan suatu praktik perdagangan saham yang kerap dilakukan oleh investor dengan tingkat risiko cukup tinggi.
Transaksi short selling ini biasanya dilakukan oleh investor-investor berpengalaman karena diperlukan dugaan atau perkiraan yang tepat dalam melakukan transaksi ini. Short selling adalah wujud dari transaksi yang dilakukan oleh investor menggunakan sistem meminjam saham.
Tujuan dari meminjam saham tersebut adalah untuk menjual saham dengan harga lebih tinggi. Harapannya, investor tersebut dapat membeli kembali saham tersebut ketika harga saham sedang turun. Dengan demikian, pelaku short selling akan menerima keuntungan dari selisih harga saat menjual dan membeli kembali saham tersebut.
Seperti halnya FCA, short selling menuai kontroversi, salah satunya karena Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan fatwa haram tentang short selling.
Hal itu tertuang dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 80 Tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek. Dalam fatwa tersebut, transaksi short selling disebut termasuk praktik bai' al-ma'dum yang tidak diperbolehkan.
Bahkan, otoritas Cina dan Korea Selatan saat ini melarang keras transaksi short selling dengan alasan telah memberi pengaruh buruk terhadap pergerakan pasar modal mereka. Otoritas kedua negara tersebut tidak segan-segan bertindak tegas kepada pelaku pasar atau anggota bursanya jika masih melakukan short selling.
Menurut catatan Katadata.co.id, (BEI) pernah melarang transaksi short selling untuk mencegah IHSG jatuh lebih dalam di tengah sentimen negatif penyebaran virus corona (Covid-19). Kebijakan itu diterapkan hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Mantan Direktur Utama BEI, yang saat ini menjabat sebagai salah satu Dewan Komisaris OJK, Inarno Djajadi, mengatakan bahwa larangan short selling dilakukan dengan cara mencabut seluruh efek yang dapat ditransaksikan secara short selling.
"Bursa tidak akan memproses lebih lanjut bila ada anggota bursa (AB) yang mengajukan permohonan untuk melakukan transaksi short selling, baik untuk kepentingan AB maupun nasabah," ujarnya dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin (2/3/2020). Pada Januari-awal Maret 2020 itu IHSG sudah turun 14,2%.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI saat itu, yakni Laksono Widodo, mengatakan transaksi short selling sejatinya tidak begitu signifikan jika dibandingkan dengan total transaksi di pasar saham. "Intervensi ini hanya untuk memberikan peringatan kepada pelaku pasar agar tidak memperparah penurunan indeks," kata Laksono saat itu.
Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat mengatakan, mekanisme short selling seharusnya tidak diluncurkan oleh otoritas bursa.
Teguh menyebut bursa Amerika Serikat memperbolehkan short selling. Namun, pasar modal Amerika Serikat jauh lebih baik perkembangannya dibandingkan pasar modal Indonesia. Teguh menyebut Cina dan Korea Selatan yang bursanya lebih baik daripada BEI saja tidak berani menerapkan short selling. Oleh karena itu, ia menilai otoritas bursa Indonesia perlu mempertimbangkan kembali wacana ini.
"Agar short selling ini tidak membuat IHSG terpuruk lagi, satu-satunya cara jangan diberlakukan," kata Teguh kepada Katadata.co.id, Rabu (26/6).
Dia menilai penerapan short selling merupakan kesalahan kedua BEI setelah memberlakukan FCA. Pasalnya, kedua-duanya bisa membuat harga saham rontok. Bahkan, dapat mengancam transaksi di pasar modal menjadi lebih sepi.