Ekonomi Global Suram, Ganggu Minat Perusahaan untuk IPO di BEI?
Bursa Efek Indonesia (BEI) membeberkan pengaruh kondisi global terhadap calon perusahaan untuk melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) di BEI.
Direktur Utama BEI Iman Rachman tetap optimistis ekonomi global tidak akan mengurangi minat perusahaan untuk melantai di BEI. Menurutnya, pertumbuhan jumlah IPO didorong oleh dua faktor utama, yakni penawaran (supply) dan permintaan (demand).
Ia mengatakan, perusahaan-perusahaan tersebut masih memerlukan dana. Tercatat hingga saat ini telah ada 22 perusahaan yang tercatat dalam rencana pencatatan saham BEI.
Namun, Iman mengatakan, untuk melakukan IPO, perusahaan tersebut tentu akan mempertimbangkan berbagai faktor. Beberapa yang jadi perhatian seperti tingkat suku bunga yang tinggi hingga sumber pendanaan.
“Jadi saya enggak khawatir terkait supply side," kata Iman kepada wartawan usai Pembukaan Perdagangan Saham 2025 di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis, (2/1).
Sebelumnya, Kepala Strategi Ekuitas Asia-Pasifik JP Morgan, Rajiv Batra, sebelumnya mengatakan bahwa ada skenario terburuk untuk pasar saham Indonesia pada 2025. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya pertumbuhan ekonomi (PDB) dari perkiraan akibat inflasi tinggi.
Kondisi ini juga diakibatkan melemahnya daya beli masyarakat, serta melemahnya nilai tukar Rupiah hingga lebih dari Rp 16.000 per dolar AS. Menurut Batra, ada tantangan dari kebijakan ekonomi baru pemerintah AS yang dipimpin oleh Presiden Donald Trump.
Alasan Calon Emiten Mundur IPO
Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) sebelumnya menyebut beberapa calon emiten mundur dari rencana mereka mencatatkan sahamnya melalui IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Target BEI untuk meraih 62 emiten baru sepanjang tahun 2024 bahkan tidak tercapai. Hingga pertengahan Desember 2024, realisasi IPO di BEI mencapai 41 perusahaan. Hal ini menunjukkan BEI masih perlu menambahkan 21 perusahaan lagi untuk mencapai target tersebut.
Direktur Utama Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Armand Wahyudi Hartono mengatakan beberapa perusahaan yang seharusnya melakukan IPO tahun ini justru memilih mundur karena ketidakpastian kondisi pasar global.
Meskipun demikian, ia menyatakan AEI terus berupaya memberikan edukasi kepada calon emiten untuk IPO. Namun, keputusan akhirnya tetap berada di tangan perusahaan yang akan IPO.
Ketika ditanya perusahaan dari sektor ekonomi mana yang batal IPO, Armand enggan menjawab. “Karena situasi pasar masih banyak ketidakpastian, calon emiten yang sudah mau masuk (IPO), terus enggak jadi,” kata Armand di Gedung BEI, Jumat (13/12).
Target 66 IPO di 2025
BEI menargetkan sebanyak 66 perusahaan bisa mencatatkan sahamnya melalui penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) pada 2025. Target ini naik dari sebelumnya BEI membidik 62 perusahaan untuk melaksanakan IPO di 2024.
Berdasarkan data otoritas Bursa, hingga 20 Desember 2024 sudah ada 41 perusahaan yang melaksanakan IPO di BEI. Sementara masih ada 22 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI.
Perusahaan yang mengantre untuk IPO terdiri atas satu perusahaan berskala kecil dengan aset dibawah Rp 50 miliar, dua perusahaan berskala menengah dengan aset antara Rp 50 miliar hingga Rp 250 miliar, dan 19 perusahaan berskala besar dengan aset di atas Rp 250 Miliar.