Kuda-Kuda ENRG, Ekspansi Blok Migas dan Target Produksi Ambisius
Emiten migas terafiliasi Grup Bakrie, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) tengah fokus mengembangkan bisnis secara organik dalam jangka panjang, melalui Blok Gebang di Sumatera Utara hingga Blok Kangean di Jawa Timur. Perusahaan juga dikabarkan tengah mempersiapkan akuisisi blok baru.
Namun, Vice President Director & CFO ENRG, Edoardus Ardianto mengatakan, detail akuisisi belum bisa dipublikasikan karena masih dalam tahap bidding. “Akuisisi ada, jujur ada. Tapi kembali lagi, proses akuisisi terutama untuk blok migas ada prosesnya. Perizinan juga harus dilalui. Tapi we’ll see dalam waktu dekat ini mudah-mudahan,” kata Edo dalam kanal YouTube Samuel Sekuritas, dikutip Selasa (19/8).
Dalam beberapa tahun terakhir, ENRG gencar melakukan akuisisi aset migas. Perusahaan, antara lain, mengakuisisi penuh Blok Malacca di Riau, mengambil alih Blok Sengkang di Sulawesi Selatan, serta mengakuisisi Blok Kampar dan Blok Siak di Riau.
Edo menjelaskan, aksi akuisisi tersebut dilakukan untuk meningkatkan cadangan dan jumlah produksi minyak dan gas perseroan. Ia mencontohkan, produksi Bos Malacca yang meningkat dari 1.000 barel per hari menjadi 5.000 barel per hari sejak diakuisisi penuh.
Adapun dalam dua tahun ke depan, ENRG akan melakukan pengeboran sekitar enam sumur eksplorasi di Blok Malacca. Ia memperkirakan, keenam sumur itu akan menghasilkan produksi antara 2.000 hingga 3.000 barrel perhari.
"Apabila dari enam ini jika berhasil secara bertahap, nanti kita akan lanjutkan development. Tapi misalkan tidak berhasil satu, akan pindah ke lokasi yang lain," ujarnya.
Edo juga mencatat, kenaikan produksi di blok lainnya di Riau, yakni Blok Bentu yang naik dari sekitar 30 juta kubik gas per hari menjadi 80 juta kubik gas per hari.
"Jadi inilah hal-hal yang terus kami lakukan dalam rangka meningkatkan jumlah cadangan dan juga otomatis meningkatkan kinerja keuangan dari sisi revenue dan EBITDA," ujarnya.
Pengembangan Blok Gebang dan Kangean
Edo juga menjelaskan, Blok Gebang menjadi salah satu katalis bagi kinerja perseroan ke depan. Saat ini, proyek kerja yang berlokasi di Sumatera Utara tersebut sedang dalam tahap pengembangan.
Pengembangannya pun dilakukan dalam dua tahap. Pertama, perusahaan menargetkan produksi gas sebesar 40 juta kaki kubik per hari pada 2027. Kedua, kapasitas produksi ditargetkan meningkat sekitar 100 juta kaki kubik per hari pada 2030.
“Untuk mencapai target tersebut, tentu membutuhkan belanja modal (capex) yang cukup besar," kata dia.
Edo mengatakan, perseroan menjalin kerja sama dengan Japan Petroleum Exploration Co. Ltd. (Japex) untuk meraih cita-cita tersebut. Ia memastikan produksi tahap pertama akan dimulai pada awal 2027, disusul tahap kedua dengan dukungan pendanaan yang sudah disepakati.
Selain Blok Gebang, ENRG juga akan fokus pada pengelolaan Blok Kangean. Dia menyataka, pereseroan akan mengajukan perpanjangan kontrak dan mengelola Blok itu secara mandiri usai kontrak Blok Kangean berakhir pada 2030.
“Jika perpanjangan kontrak disetujui, maka ENRG akan sepenuhnya menikmati potensi upside dari Blok Kangean,” jelasnya.
Sumber Modal
Adapun sumber utama pendanaan perusahaan dalam melakukan ekspansi bisnis tersebut berasal dari arus kas internal hasil produksi. Selain itu, perusahaan juga mendapatkan fasilitas pendanaan dari Bank Himbara serta dukungan pemegang saham pengendali.
“Pada 2021 kami melaksanakan right issue, kemudian baru-baru ini juga melakukan non-preemptive rights (NPR). Namun NPR itu belum terealisasi sepenuhnya, baru sebagian, dan penggunaannya memang difokuskan untuk pengembangan Blok Malacca,” ujarnya.
Namun, perusahaan juga tengah menganalisis opsi diversifikasi pendanaan yang dinilai paling optimal seiring bertambahnya kebutuhan pengembangan, mulai dari pengeboran, pembangunan fasilitas berskala besar hingga proyek-proyek lainnya
ENRG saat ini telah memiliki 13 wilayah kerja, 12 di antaranya ada di Indonesia dan satu di Afrika. Dari jumlah itu, 9 sudah berproduksi. Sekitar 80% produksi berupa gas yang seluruhnya dipasarkan untuk kebutuhan domestik, seperti kelistrikan dan kilang. Sementara 20% berupa minyak yang dijual baik di pasar domestik maupun internasional.
