Dua Bank BUMN Punya Strategi Mengatasi Ketatnya Likuiditas
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menyatakan tidak mengalami kesulitan likuditas dan masih bisa mengandalkan pendanaan melalui dana pihak ketiga (DPK) untuk menyalurkan kredit tahun 2019. Jika likuiditas dari DPK mulai seret, Bank Mandiri masih memiliki opsi pendanaan melalui pinjaman antar-bank untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kondisi likuiditas perbankan saat ini sudah ketat dengan rasio kredit dibandingkan dana pihak ketiga atau loan to deposit ratio (LDR) berada pada posisi 94,09%, hingga kuartal III tahun ini. Untuk bank dari kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4, rasio LDR berada pada posisi 89,43%, sehingga masih ada sedikit ruang untuk ekspansi.
"Kami tidak ada penawaran umum berkelanjutan (PUB) lagi, sudah habis. Pinjaman luar negeri juga, bonds (obligasi) belum. Kalau diperlukan, pinjaman antar bank masih cukup dan tersedia di market, juga lebih efisien," kata Direktur Tresuri dan Perbankan Internasional Bank Mandiri Darmawan Junaidi di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (18/12).
Kendati demikian, untuk mengantisipasi risiko likuiditas jangka panjang, Bank Mandiri tidak bisa hanya mengandalkan DPK. Oleh karena itu, Darmawan mengatakan, mulai 2020 Bank Mandiri akan mempertimbangkan opsi pendanaan non-DPK atau wholesale funding, terutama setelah tren kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia mulai mereda dan gejolak perekonomian global sudah mulai stabil.
(Baca: Likuiditas Bank Mengetat Seiring Berakhirnya Masa Repatriasi Rp 138 T)
Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan jangka pendek, selain dari pinjaman antar-bank, Bank Mandiri juga membuka pintu untuk pendanaan melalui transaksi sertifikat deposito atau Negotiable Certificate of Deposit (NCD). "Itu kan mekanisme dalam pengelolaan likuiditas secara jangka pendek," kata Darmawan.
Sementara bank plat merah lainnya, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menghadapi tantangan yang sedikit berbeda untuk memastikan likuiditasnya tak bermasalah. Direktur Konsumer BTN Budi Satria mengatakan, mereka tidak bisa hanya bergantung pada DPK saja karena bisnis BTN adalah bisnis jangka panjang.
"Kami kan pinjamannya jangka panjang, kita tidak bisa bergantung pada DPK saja. Jadi, wholesale funding juga tetap jalan melalui surat berharga," kata Budi di kantornya, Jakarta, Selasa (18/12).
Meski sudah direncanakan, Budi tidak mau memberitahu soal instrumen pendanaan dan besarnya dana yang diincar oleh perusahaan di tahun depan. Adapun persentase DPK sebesar 85%-90% dari total pendanaan tahun depan, sementara sisanya melalui pendanaan wholesale. "Rencananya ke sana (wholesale funding) untuk melengkapi DPK yang sudah ada," kata Budi.
Seperti diketahui, posisi DPK Bank BTN pada Triwulan III-2018 sebesar Rp 195 triliun atau sudah tumbuh 16,06% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara, Bank Mandiri pada Triwulan III-2018 telah meraup DPK senilai Rp 831,1 triliun atau tumbuh 9,2% dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya.
(Baca: Rasio Likuiditas Capai 94%, OJK Yakin Kredit Bank Masih Lancar)