BI Longgarkan Aturan GWM di Tengah Lambatnya Pertumbuhan Dana Nasabah
Bank Indonesia (BI) melonggarkan aturan Giro Wajib Minimum (GWM) agar bank bisa lebih fleksibel dalam mengelola likuiditasnya. Pelonggaran dilakukan dengan menaikkan porsi GWM rata-rata (averaging) baik pada bank umum konvensional maupun syariah dari 2% menjadi 3%.
"Untuk meningkatkan fleksibilitas dan distribusi likuiditas di perbankan, BI menaikkan porsi pemenuhan GWM averaging bank konvensional dan syariah," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Dewan Gubernur November di kantornya, Kamis (15/11).
GWM adalah dana atau simpanan yang harus dipelihara bank dalam bentuk saldo rekening giro di BI. BI menetapkan GWM rupiah bank umum konvensional sebesar 6,5% dari dana pihak ketiga (DPK). Dengan adanya pelonggaran, maka bank hanya wajib memelihara 3,5% dari total DPK rupiah setiap harinya, sedangkan 3%-nya rata-rata dua minggu.
(Baca juga: LPS: Likuiditas Bank Ketat, LDR 94% Perlu Diwaspadai)
Di sisi lain, BI menetapkan GWM rupiah bank syariah sebesar 5% dari DPK rupiah. Dengan adanya pelonggaran, maka bank hanya wajib memelihara 2% dari total DPK rupiah setiap harinya, sedangkan 3%-nya rata-rata dua minggu.
Selain itu, BI melonggarkan ketentuan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) bank umum konvensional dan syariah yang dapat direpokan ke BI dari 2% menjadi 4% dari DPK. PLM adalah penyempurnaan dari ketentuan GWM sekunder yang dipenuhi lewat penempatan dana pada surat berharga rupiah yang bisa digunakan dalam operasi moneter.
Besaran PLM ditetapkan sebesar 4% dari DPK. Dengan adanya pelonggaran ketentuan, maka seluruh surat berharga bisa direpokan ke BI. “Dengan begitu bisa meningkatkan likuiditas bank,” kata Perry.
Sementara itu, rasio Countercyclical Capital Buffer (CCB) dipertahankan sebesar 0%, begitu juga Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada target kisaran 80-92%.
(Baca juga: Dana Nasabah Bank Tumbuh Lambat, Diduga Imbas Kucuran Bansos)
Adapun pelonggaran ketentuan GWM dan PLM dilakukan BI seiring dengan pertumbuhan DPK yang terpantau melambat. Pada September lalu, DPK tercatat hanya tumbuh 6,6% secara tahunan (year on year), lebih lambat dibandingkan Agustus 6,9%. Di sisi lain, kredit tumbuh pesat 12,7% pada September, naik dari Agustus 12,1%.
Namun, menurut Perry, dalam penilaian BI, likuiditas di perbankan dan pasar uang dalam kondisi yang cukup secara agregat. Hal ini tercermin dari rasio aset likuid terhadap DPK yang sebesar 19,2% pada September atau lebih tinggi dibandingkan Agustus 18,3%.