Cegah Petugas Pajak Nakal, Sri Mulyani Perkuat Sistem ‘Peniup Peluit’

Desy Setyowati
19 Mei 2017, 09:26
Pajak
Katadata | Arief Kamaludin

Di Indonesia, langkah seperti ini sudah dikembangkan. Sayangnya, perlindungan bagi si peniup peluit masih minim, dan tidak ada insentif yang diberikan. Alhasil, orang enggan melaporkan praktik-praktik penyimpangan yang terjadi di sekitar lingkungannya.

(Baca: Banyak Manfaat dari Perppu Buka Data Bank, Sri Mulyani Harap Restu DPR)

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo pernah mengatakan, penguatan peran whistle blower sebenarnya lebih efektif ketimbang keterbukaan informasi data keuangan. Persoalannya, hal tersebut selama ini tidak didukung dengan perlindungan yang ketat.

Meskipun payung hukumnya sudah ada, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK). Selain itu, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang secara jelas menyatakan bahwa lembaga itu wajib melindungi saksi pelaku.

Ketentuan tentang perlindungan bagi saksi dan pelapor itu juga diperkuat dalam UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Aturan itu lantas ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus terhadap Pelapor dan Saksi. “Tidak ada insentif, tidak ada perlindungan, malah repot. Tiga hal itu harus diatasi,” kata Prastowo.

(Baca: Perppu Data Nasabah Diprotes Pengusaha, DPR Panggil Pemerintah)

Alhasil, masyarakat Indonesia masih khawatir menghadapi risiko jika menjadi whistle blower. Risiko itu seperti ancaman turun pangkat, skorsing, bahkan dipecat dari pekerjaannya. Bahkan, laporan seseorang terkait kasus korupsi ke aparat penegak hukum juga bisa menjadi bomerang bagi dirinya.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...