Pengelola Bumiputera: Ada Provokasi Rush Pemegang Polis
Pro-kontra seputar langkah penyelamatan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera terus bergulir dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan, Pengelola Statuter AJB Bumiputera Adhie Massardi memantau adanya provokasi agar pemegang polis ramai-ramai menebus polisnya (surrender).
Namun, provokasi tersebut sudah diredam melalui sosialisasi yang dilakukan para agen asuransi Bumiputera. Adhie menjelaskan, pemegang polis tidak mudah digoyang isu. Sebab, hubungan pemegang polis dengan perusahaan bersifat emosional. Sepanjang agen mengatakan AJB Bumiputera tidak bermasalah, pemegang polis tak terpengaruh. Apalagi, pemegang polis mengetahui bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pengelola Statuter telah mengambil alih pengelolaan.
“Mereka menganggap pemerintah masuk, jaminan lebih pasti. Karena OJK ini di mata publik, otoritas pemerintah. Kalau sudah di-takeover pemerintah, terjamin,” kata Adhie kapada Katadata, Rabu (18/1). (Baca juga: Pengelola Bumiputera Tunda Transaksi dengan Erick Thohir)
Lebih jauh, Adhie menerangkan, menebus polis juga bukan pilihan yang menguntungkan. Pasalnya, pemegang polis hanya akan mengantongi 30-40 persen dari nilai pertanggungan. Itu pun masih dipotong biaya administrasi. “Enggak dapat apa-apa juga,” ujarnya.
Bertambahnya kepercayaan pemegang polis terbukti dari pendapatan premi lanjutan yang meningkat. “Kalau lihat dua bulan ini ada kenaikan pendapatan (premi lanjutan),” ujarnya.
Sayangnya, ia tak merinci besaran kenaikan yang dimaksud. Menurut Adhie, peningkatan ini juga lantaran para agen semakin bersemangat dalam mengumpulkan premi.
(Baca juga: Pengelola Buka-bukaan, Bumiputera Terancam Defisit Tiap Tahun Rp 2,5 T)
Sekadar catatan, bila pemegang polis AJB Bumiputera ramai-ramai menebus polis, perusahaan asuransi tertua di Indonesia itu bisa goncang. Sebab, aset yang kini dipegang perusahaan memang jauh lebih kecil dari kewajiban yang dimilikinya. Persoalan AJB Bumiputera akan semakin pelik.
Sebelumnya, dalam konferensi pers akhir Desember lalu, pengelola statuter menyebut perusahaan diproyeksi mengalami defisit sebesar Rp 2,1-2,5 triliun per tahun sepanjang 2017-2021. Maka itu, pengelola membuat skema penyelamatan untuk memastikan semua klaim asuransi bisa dibayarkan.
Selain provokasi untuk menebus polis, pengelola AJB Bumiputera dan OJK juga tengah menghadapi serentetan pelaporan ke penegak hukum. Seorang pemegang polis bernama Jaka Irwanta melaporkan pengelola statuter dan Komisioner OJK ke kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penyalahgunaan wewenang.
(Baca juga: Ambil Alih Bumiputera, Komisioner OJK Dilaporkan ke Polisi)
Belakangan, dugaan penyalahgunaan wewenang, khususnya terkait pengalihan aset perusahaan, juga dibawa Jaka ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Menanggapi hal ini, Adhi menjelaskan pelaporan tersebut sudah diatasi tim hukum OJK.
“Tim hukum sudah komunikasi ke Polri. OJK sudah minta informasi, dan kelihatannya karena memang legal standing enggak ada. Kasusnya enggak jelas, saya melihat sudah diatasi tim hukum OJK,” ujarnya.