Direktorat Pajak Kantongi 2.000-an Nama di Negara Tax Havens
Munculnya dokumen Panam Papers telah menghebohkan penjuru dunia, juga di Indonesia. Bocoran data yang bersumber dari firma hukum Mossack Fonseca, Panama itu memuat sebelasan juta dokumen. Isinya terkait perusahaan atau orang yang memiliki akun di negara-negara suaka pajak atau tax havens.
Dari dokumen yang dirilis organisasi wartawan investigasi global (ICIJ) sejak Senin pekan lalu itu diketahui tak kurang dari 800-an nama adalah orang dan perusahaan dari Indonesia. Sebagian nama dari jumlah tersebut diduga mendirikan perusahaan di negara tax havens sebagai upaya menyembunyikan harta dari endusan aparat pajak di negara masing-masing.
Rupanya, pemerintah pun telah memiliki data serupa. Bahkan, Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menyebutkan telah mengantongi lebih dari 2.000 nama Indonesia di negara tax havens. “Saya punya data ini sejak Agustus 2015. Dapat dari otoritas pajak negara G20 dan resmi ada serah terima,” kata Ken di Jakarta, Rabu, 13 April 2016. Masuk Panama Papers, Ketua BPK: Diminta Anak Buat Perusahaan).
Menurut Ken, saat ini dokumen Panam Papers memuat sekitar 800 nama dari Indonesia. Pada 2013, ICIJ telah merilis dokumen bocoran serupa. Ketika itu mereka menamakannya sebagai Offshore Leaks. Dari sekitar 2,5 juta dokumen, nama orang dan perusahaan Indonesia mencapai lebih dari 1.780. Bila dijumlahkan, dalam perhitungan awal muncullah 2.580-an nama.
Ketika disisir, kata Ken, setidaknya ditemukan 2.040 nama yang dimiliki Direktorat Pajak beririsan dengan data di dua dokumen tersebut. Namun, dia menegaskan nama-nama tersebut tidak selalu bermasalah. Sebab, dalam berbisnis, mendirikan perusahaan khusus dengan tujuan tertentu atau Special Purpose Vehicle (SPV) di berbagai negara tidak otomatis melanggar hukum, sebab merupakan hal biasa selama membayar pajak.
Dari 2.000-an nama tadi, Direktorat Pajak mendeteksi mereka menenamkan uang dan asetnya di 18 negara tax havens. Di antaranya, “BVI (British Virgin Island), Panama, Cook Island, Singapura, dan Delawer, Amerika,” kata Ken. (Baca: Heboh Panama Papers Mengguncang Berbagai Negara).
Semua data tersebut, kata Ken, telah diketahui nama banknya, nomor rekening, alamat di Indonesia, nomor pasport, email, dan nominal dananya. “Jumlah uangnya yang tahu Pak Menteri (Keuangan),” ujarnya. Hal ini berbeda dengan dokumen Panama Papers yang tak memuat sejumlah keterangan seperti belum adanya nomor rekening dan jumlah bank. “Jadi data Panama ini hanya mengkonfirmasi.”
Menurut Ken, Direktoratnya bisa mengenakan pajak kalau mengetahui subjek, objek, tarif, dan tata cara pembayaran. Karena itulah, dalam situasi seperti ini, dia mengingatkan pentingnya kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty yang rancangan undang-undangnya saat ini sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat. (Baca: Unit Khusus Pajak Telisik Ribuan Nama WNI dalam Panama Papers).
Dalam rancangan kebijakan ini, perusahaan atau para pengusaha yang memiliki SPV di luar negeri diberi kesempatan untuk melaporkan asetnya. Sebagai kompensasi, perushaan tersebut dibebaskan dari kewajiba pajak yang telah lalu dengan syarat membayar tarif tebusan. Nilai tarif tergantung waktu pelaporan permohonan pengampunan pajak.
Selain itu, mereka yang menanam duit di luar negeri diminta menggesernya ke Indonesia atau repatriasi. “Tujuannya untuk tarik uang kembali, investasi di Indonesia. Tenaga kerja terserap, daya beli naik, dan menciptakan objek pajak baru,” ujar Ken. (Baca juga:PPATK Temukan Modus Transaksi dalam Panama Papers).
Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Pajak Mekar Satria Utama mengatakan data Panama Papers yang diterima direktoratnya hanya sebagian. Namun, rencananya, seluruh dokumen tersebut akan diserahkan ke Direktorat Pajak untuk divalidasi dan disesuaikan dengan data milik otoritas pajak.
Dari hasil kajian tersebut, nama-nama yang sudah diverifikasi akan disesuaikan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan-nya. Jika diketahui ada perbedaan, nama atau pihak yang bersangkutan ditindaklanjuti. “Akan kami lihat satu per satu. Kalau data kami valid dan jelas. Ada yang tidak dilaporkan di SPT-nya, akan kami tindaklanjuti,” kata Mekar di Mabes Polri, Jakarta.