Panama Papers Berpeluang Percepat Pengesahan Tax Amnesty
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Keuangan Jon Erizal menuturkan hingga saat ini Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro belum berkoordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat terkait kebocoran data dari firma hukum tersebut. Pemerintah diminta mengkaji lebih dahulu dokumen yang telah menggoyang politik sejumlah negara. “Kadang-kadang Menkeu harus kaji dulu. Muncul di media itu juga saya rasa kurang pas,” katanya.
Kemarin, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebutkan dana orang Indonesia di luar negeri yang bisa kembali ke Tanah Air dapat melewati nilai Produk Domestik Bruto yang mencapai Rp 11.450 triliun jika pengampunan pajak diterapkan. Data yang masuk ke instansinya menyebutkan ada tiga negara suaka pajak (tax havens) yang diminati warga Indonesia: British Virgin Island, Cook Island, dan Singapura. (Baca juga wawancara Hariyadi Sukamdani: Kami yang Dorong Tax Amnesty).
Dari Singapura, misalnya, dasar perhitungannya diperoleh dengan melihat rasio utang terhadap PDB Singapura mencapai 200 persen. Padahal rasio tabungan terhadap pinjaman (LDR) di bawah 90 persen. Bambang berpandangan kelebihan likuiditas di Singapura ini berasal dari uang warga Indonesia. Apalagi data yang dimiliki Kementerian Keuangan ini berasal dari 20 tahun. Karena sudah dipindah sejak 1970, nilainya meningkat jika dirupiahkan. “Ini uang lama. Bahkan data kami sejak 1995-2014,” kata dia.
Berkaca pada situasi 1998 di Malaysia, penempatan dana atau repatriasi menjadi pelumas untuk menghindari krisis. Repatriasi telah meningkatkan cadangan devisa negara tersebut. Ketika itu ada uang masuk US$ 30 sampai 40 miliar. “Kalau kami bisa optimalkan sumber daya sendiri, tidak perlu dipermalukan atau disuruh-suruh IMF (International Monetary Fund) seperti yang jadi stigma sekarang. Sekarang kami ingin repatriasi membuat pertumbuhan ekonomi kita lebih optimal,” katanya. (Baca: Tax Amnesty Gagal, Banyak Pengusaha Berpotensi Dipidana).
Namun Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memperkirakan, hanya ada Rp 500 triliun uang yang bakal pulang kandang. Sebab, pasar uang di dalam negeri belum mampu menampung dana dalam jumlah besar. Jika dipaksakan, akan mendorong bunga turun lebih dalam. Dengan begitu, bank bisa merugi karena pendapatannya menurun.
Sementara untuk tambahan penerimaan pajak dari uang tebusan, Prastowo memproyeksikan ada Rp 50-60 triliun. Dia menghitung saat ini ada Rp 77 triliun tunggakan pajak yang belum ditagih. Namun hanya sekitar Rp 15 triliun yang likuid, yang memungkinkan ikut tax amnesty. Kemudian ada sekitar Rp 40-50 triliun sengketa pajak. Dari nilai tersebut, Rp 20 triliun diprediksi masuk penerimaan negara.