Musim Akuisisi Bank Kecil Jelang Tenggat Aturan Modal

Happy Fajrian
3 Desember 2020, 09:15
bank, modal inti bank, perbankan, merger akuisisi bank,
123RF.com/Sergey Nivens
Ilustrasi.

Perkembangan Modal Inti Bank BUKU 1 (Rp miliar)

Nama BankQ3 2020Q1 2020Q4 2019
Bank Konvensional 
Harda Internasional290,9239,7242,5
Yudha Bhakti (Neo Commerce)1.071,4921,6906,9
Jago (Artos)1.057,9642,9662,1
Kesejahteraan Ekonomi1.307,21.015,22812
Bisnis Internasional702,3470,4465,7
Fama Internasional *Q2270,5265,1283,9
Prima Master Bank265,8318,1323,0
BPD Banten1.562,0113,5154,1
BPD Sulteng956,6981,9915,2
Bank Bengkulu853,1815,3713,9
Bank Lampung1.042,8714,6697,4
Bank Royal1.343,11.325,7301,3
  
Bank Syariah  
BJB Syariah702,4627,9671,7
Bukopin Syariah706,8706,7749,1
Victoria Syariah228,4198,8216,4
Net Indonesia Syariah651,3594,8592,8

Sumber: Laporan keuangan

Bank Yudha Bhakti pada Maret 2019 diakuisisi oleh perusahaan fintech, PT Akulaku Silvrr, yang mencaplok 5,2% saham milik PT Gozco Capital dengan harga Rp 338 per saham. Ketika itu Direktur Utama Bank Yudha Bhakti Denny Novisar mengatakan bahwa masuknya Akulaku bertujuan mendorong transformasi digital yang tengah dijalankan bank yang kini bergani nama menjadi Bank Neo Commerce.

Setelah itu Akulaku terus meningkatkan porsi saham miliknya melalui berbagai skema mulai dari private placement hingga rights issue, sehingga modal intinya kini mencapai Rp 1,07 triliun per September 2020. “BBYB memiliki basis nasabah ritel, Akulaku piawai dalam bidang teknologi. Dua kombinasi ini sangat potensial di era digital saat ini,” kata Denny seperti dikutip Bisnis.com.

Sedangkan Bank Royal diakuisisi oleh raksasa bank tanah air, Bank Central Asia senilai Rp 1 triliun pada 2019 lalu. Setelah itu BCA juga menyuntikkan modal segar sebesar Rp 1 triliun. Alhasil sejak awal tahun ini modal inti bank yang berganti nama menjadi Bank Digital BCA ini telah menembus Rp 1,32 triliun.

Selain itu ada juga bank yang mencari tambahan modal dari bursa saham. Bank itu adalah Bank Bisnis Internasional, yang resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia melalui skema penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) pada awal September 2020.

Dari IPO Bank Bisnis berhasil meraih dana segar Rp 189,48 miliar. Modal intinya pun melesat menjadi Rp 702,25 miliar pada akhir September 2020. Untuk menutupi kekurangan Rp 300 miliar demi naik kelas BUKU 2, bank berkode emiten BBSI ini sudah merencanakan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) yang akan dieksekusi pada bulan ini.

Pada kuartal 1 2020 modal inti Bank Banten masih sebesar Rp 113,53 miliar. Namun per September modal intinya telah menembus Rp 1,56 triliun. Kenaikan ini setelah Pemerintah Provinsi Banten melalui PT Banten Global Development menyuntikkan modal Rp 1,55 triliun.

Sehingga tersisa dua bank umum konvensional, yakni Bank Fama Internasional dan Prima Master Bank, serta empat bank syariah, yakni BJB Syariah, Bukopin Syariah, Victoria Syariah, dan Net Indonesia Syariah (dulu Maybank Syariah) yang belum mengungkapkan rencana pemenuhan target modal inti minimum Rp 1 triliun tahun ini.

Bank digital
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mensyaratkan modal inti bank yang lebih besar salah satunya untuk menggarap potensi bisnis bank digital (Arief Kamaludin|KATADATA)

Banyak Jalan Menuju Roma

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menegaskan bahwa seluruh bank BUKU 1 telah memiliki rencana yang konkret untuk memenuhi aturan permodalan minimum Rp 1 triliun akhir tahun ini, dan telah menyampaikan rencana tersebut pada otoritas.

Hanya saja dia tidak ingin membocorkan bank apa yang telah memiliki rencana tersebut dan akan bergabung dengan bank apa. “Saya ingin sekali menyampaikan itu. Tapi kebanyakan dari mereka sebelum mencapai kesepakatan tidak ingin diumumkan dulu karena masih ada banyak hal yang dibicarakan,” ujar Heru beberapa waktu lalu.

Namun bagi bank yang modal intinya sudah mencapai Rp 1 triliun akhir tahun ini pun perjalanannya masih panjang. Bank-bank ini masih harus mencari tambahan modal Rp 2 triliun lagi agar pada 2023 tidak terdegradasi menjadi BPR, termasuk sebagian bank-bank BUKU 2 yang modal intinya masih di bawah Rp 2 triliun.

Sejumlah strategi sudah dilancarkan sejumlah bank, seperti melantai di bursa efek, merger dan akuisisi. Bank-bank yang telah bermanuver mencari tambahan modal terutama dari kelompok BUKU 1, sedangkan BUKU 2 masih belum terlihat pergerakannya, karena tenggat yang masih akhir 2021.

Salah satu strategi untuk memupuk modal secara organik relatif tidak mungkin dilakukan bank-bank BUKU 1 yang pada kuartal III tahun ini merugi. Bank BUKU 2 masih membukukan keuntungan, namun tipis. Sehingga kalaupun pemegang saham legowo untuk tidak menerima dividen, laba yang ditahan pun tak signifikan untuk mendongkrak modal inti.

Menurut data Statistik Perbankan Indonesia, pada kuartal III, 54 bank BUKU 2 membukukan laba Rp 9,08 triliun. Jika dipukul rata maka laba masing-masing bank tak lebih dari Rp 170 miliar.

Oleh karena itu ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani memperkirakan tren konsolidasi perbankan masih akan berlanjut hingga perbankan mampu memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp 3 triliun pada 2022.

POJK 12/2020 sendiri tidak hanya mengatur cara pemenuhan modal inti minimum melalui merger dan akuisisi, tetapi juga dengan kelompok usaha bank (KUB)yang dikendalikan oleh satu induk. Menurut Aviliani, membentuk kelompok usaha bank akan lebih disukai oleh bank-bank yang kesulitan untuk memenuhi ketentuan modal minimum.

“Mereka yang membentuk KUB (kelompok usaha bank), modal intinya boleh hanya Rp 1 triliun, tidak perlu Rp 3 triliun. Karena menurut saya Rp 3 triliun itu berat untuk dipenuhi kalau bank tidak tergabung dalam grup,” ujarnya.

Opsi ini juga tidak mudah. Tantangannya adalah mencari perusahaan induk yang mau mengambil alih dan menaungi bank di dalam grupnya. Karena setelah bergabung di dalam KUB, maka perusahaan induk harus menanggung risiko jika terjadi sesuatu pada bank yang mereka ambil alih.

“Makanya yang saya lihat bank-bank yang sudah memiliki grup tapi tidak membentuk KUB, atau masih berjalan sendiri-sendiri, nantinya bisa langsung jadi induk KUB kalau non-bank diizinkan membentuk KUB,” kata Aviliani.

Hal ini telah dilakukan Bank Central Asia (BCA) yang membeli Bank Royal kemudian menyuntikkan lagi dana segar sebesar Rp 1 triliun untuk meningkatkan permodalannya. Bank Royal kini berganti nama menjadi Bank Digital BCA untuk menggarap segmen digital, ritel, dan UMKM yang selama ini tidak menjadi fokus BCA.

Hanya saja Aviliani tidak melihat sinyal-sinyal seperti yang dilakukan BCA di bank lainnya. Seperti empat bank pelat merah yang menurutnya memiliki fokusnya sendiri. Bank Mandiri misalnya, sempat dikabarkan akan mengakuisisi Bank Permata, namun batal karena harganya yang dinilai kemahalan.

Bank Mandiri pun telah memiliki Bank Syariah Mandiri dan juga Bank Mandiri Taspen. "Mereka sudah cukup besar, Kecuali mereka mau ngambil untuk bikin bank baru lagi," ujarnya.

Kemudian Bank Rakyat Indonesia (BRI) lebih memilih untuk kongsi dengan Permodalan Nasional Madani (PNM) dan Pegadaian. Sedangkan Bank Nasional Indonesia (BNI) belum pernah mengakuisisi bank karena lebih fokus pada bisnisnya sendiri.

Adapun sebagian besar bank BUKU 1 relatif aman untuk memenuhi target modal inti Rp 1 triliun akhir tahun ini. Baru pada 2021 bank-bank BUKU 2 yang modal intinya belum sampai Rp 2 triliun, akan mulai bergerak. Pilihannya ada dua, menjadi KUB atau merger/akuisisi.

Pengamat perbankan Paul Sutaryono menilai tantangan bagi bank untuk memenuhi aturan POJK 12/2020 sangat berat. Apalagi di tengah kondisi pandemi corona saat ini yang telah memukul bisnis bank sehingga kredit nyaris tidak tumbuh. Dapat dilihat pada databoks berikut.

"Banyak kendala bagi bank untuk menggali modal tambahan. Permintaan kredit kian sunyi, belum lagi aturan yang mewajibkan bank umum untuk menggunakan PSAK 71, yang berarti bank harus membentuk cadangan kerugian penurunan nilai sejak awal kredit diberikan," ujarnya.

Oleh karena itu dia menyarankan agar otoritas menambah tenggat waktu bagi bank untuk bisa menambah modal intinya hingga sesuai ketentuan POJK 12/2020 sebesar Rp 3 triliun, dari 2022 menjadi pada akhir 2023. Ini supaya bank bisa fokus menghadapi tantangan di depan mata dari adanya pandemi corona.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...