Mayoritas Reksadana Tertekan Covid-19, di Mana THR Diinvestasikan?

Intan Nirmala Sari
10 Mei 2021, 19:32
Investor bisa menempatkan THR pada reksadana berisiko rendah
Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Karyawan sedang merapikan tumpukan uang tunai pecahan kecil dan besar di cash pooling Bank Mandiri, Jumat (7/5).

Kinerja reksadana Tanah Air masih dihadapkan berbagai tantangan hingga akhir Juni nanti. Di antaranya, kata Chief Reseaarch & Business Development Bareksa Ni Putu Kurniasari, yakni penyebaran Covid-19 yang masih berlanjut. 

Walau demikian, "Kami melihat kuartal kedua  2021 ini bisa lebih baik dari kuartal pertama," kata Ni Putu saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (10/5).

Reksadana merupakan wadah untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal atau investor. Dana yang terkumpul nantinya diinvestasikan oleh manajer investasi (MI) ke beberapa instrumen seperti saham, obligasi, ataupun deposito.

​Reksadana menjadi salah satu instrumen investasi alternatif, khususnya bagi investor kecil. Begitu juga bagi mereka yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian dalam menghitung risiko investasinya.

Berdasarkan daftar reksadana yang dijual di Bareksa, mayoritas produk yang membukukan kinerja imbalan tertinggi dalam tiga bulan terakhir didominasi reksadana campuran atau sebanyak lima produk. Selanjutnya, terdapat empat reksadana saham dan satu reksadana pendapatan tetap.

Untuk jangka pendek, Ni Putu melihat prospek reksadana pasar uang dan pendapatan tetap masih akan positif. Kedua instrumen tersebut bisa menjadi pilihan investor menempatkan dananya. Apalagi, kedua instrumen tersebut mampu meminimalisasi volatilitas saat libur Lebaran dan momentum aksi jual aset di Mei atau sell in May effect.

Ni Putu merekomendasikan investor moderat maupun agresif untuk mengamankan tunjangan hari raya (THR) dengan memperbesar komposisi aset berisiko rendah. Pilihannya bisa di reksadana pasar uang dan reksadana pendapatan tetap. "Minimal 50% dalam jangka pendek ini, masuk ke reksadana dengan risiko rendah," kata dia.

Seiring gejolak di pasar saham, mayoritas kinerja indeks reksadana membukukan kinerja negatif di kuartal pertama 2021. Berdasarkan data Bareksa, tercatat enam dari delapan indeks reksadana mencatatkan kinerja negatif.

Penurunan kinerja terdalam dicatatkan indeks reksadana saham syariah yang turun hingga -5,36%, disusul indeks reksadana saham -4%, indeks reksadana pendapatan tetap -2,19%, dan indeks reksadana campuran -1,78%. Selanjutnya, ada indeks reksadana pendapatan tetap syariah yang -1,39% dan indeks reksadana campuran syariah -1,06%.

Hanya ada dua indeks reksadana yang membukukan kinerja positif yakni indeks reksadana pasar uang meningkat 0,82% dan indeks reksadana pasar uang syariah yang naik 0,75%.

Ni Putu berharap, berbagai upaya pemerintah saat ini efektif menahan laju penyebaran Covid-19. "Tapi kalau gagal, perbaikan di akhir kuartal II-2022 kemungkinan masih akan terhambat," ujarnya.

Data Otoritas Jasa Keuangan memperlihatkan bahwa dana kelolaan manajer investasi atau assets under management (AUM) per 30 April 2021 naik 0,37% menjadi Rp 568,02 triliun dibandingkan bulan sebelumnya Rp 565,87 triliun. Namun, dibandingkan periode yang sama tahun lalu, kenaikannya 19,43% yang saat itu hanya Rp 475,6 triliun.

Adapun komposisi reksadana per jenis selama April 2021 didominasi reksadana pendapatan tetap  sebanyak 24,79% atau Rp 140,82 triliun dari total AUM bulan lalu. Disusul, reksadana terproteksi 24,38% atau setara Rp 138,49 triliun, dan posisi ketiga ditempati reksadana saham dengan komposisi 22,42% atau sekitar Rp 127,36 triliun.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan resminya menyampaikan optimisme pemulihan ekonomi Amerika Serikat mendorong kenaikan imbal hasil US Treasury. Kondisi tersebtu juga meningkatkan volatilitas pasar keuangan global, terutama di pasar obligasi dan nilai tukar negara berkembang atau emerging markets.

Perkembangan positif dari sisi perekonomian dan progres vaksinasi juga mendorong pasar saham global menguat di Maret 2021. Meskipun begitu, peningkatan volatilitas di pasar keuangan global mendorong yield obligasi domestik meningkat dan nilai tukar rupiah melemah 1,1% ke Rp 14.400 per dolar AS Maret lalu.

Pelemahan tersebut diiringi dengan outflow investor non residen sebesar Rp 12 miliar month to date (mtd) dan Rp 1,01 triliun mtd. Padahal dalam tiga bulan pertama 2020, pasar saham mencatatkan net buy Rp 92 miliar, dengan aktivitas net sell di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 1,3 triliun.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...