Mengulik Ketertarikan Investor pada Bank Digital   

Image title
22 Juni 2021, 11:27
Industri perbankan yang sudah bertahan sangat lama memutuskan bertransformasi bisnis ke arah digital menjadi bank digital.
Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi Bank Digital

Sayangnya, data OJK menunjukkan pengguna telepon pintar dalam memanfaatkan aplikasi perbankan hanya 39,2%. Angka tersebut tergolong kecil, dibandingkan dengan pengguna telepon pintar yang 96,5% memiliki aplikasi percakapan, 96,3% memiliki aplikasi media sosial, dan 96,3% memiliki aplikasi belanja.

Meski pengguna aplikasi perbankan masih relatif sedikit, namun data OJK juga menunjukkan adanya peningkatan nilai transaksi pada perbankan digital setiap tahunnya. Pada 2017, total transaksi digital di perbankan senilai Rp 1.708 triliun. Sedangkan sepanjang 2020, total nilai transaksinya mencapai Rp 2.775 triliun atau mengalami kenaikan hingga 62,47% dibandingkan dengan 2017 lalu.

Peningkatan jumlah transaksi secara digital, semakin masif sepanjang pandemi Covid-19. Gambaran tersebut terlihat dari peningkatan transaksi online pada sejumlah bank. Sebut saja BCA yang sepanjang 2020, transaksi mobile dan internet banking-nya meningkat 50,7% dibandingkan tahun sebelumnya berdasarkan data yang disampaikan OJK.

Transaksi internet banking di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sepanjang 2020 meningkat 132,2% secara tahunan, begitupun melalui aplikasi BRIMO yang bahkan melonjak 660,5%. Bank milik negara lainnya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mencatat kenaikan transaksi di Mandiri Online sebesar 50% sepanjang 2020.

Menurut Peneliti teknologi informasi dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi, kecepatan penetrasi bank digital di pelosok Indonesia sangat tergantung oleh beberapa faktor. Pertama, tergantung dengan pembangunan dan pemerataan infrastruktur internet. “Masalahnya, masih ada 12.500 desa yang belum mendapat layanan internet berkecepatan tinggi,” kata Heru kepada Katadata.co.id.

Faktor lain yang menurutnya harus menjadi perhatian untuk kesuksesan penetrasi layanan bank digital di seluruh wilayah Indonesia adalah literasi dan edukasi layanan perbankan digital. Menurutnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum tersentuh perbankan sehingga program inklusi digital harus didorong.

“Kerja mengakselerasi layanan perbankan digital merupakan kerja bersama. Harus semua stakeholder saling membahu dan mendukung,” kata Heru menambahkan.

Meski masih ada beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar akselerasi internet merata di Indonesia, nyatanya tak menghalangi perkembangan bisnis bank digital saat ini. Direktur Riset CORE Piter Abdullah mengatakan, investor tetap tertarik melakukan investasi pada bank digital di Tanah Air karena yang dituju adalah peluang di masa depan dan saat ini persaingan masuk ke bisnis bank digital sudah dimulai.

“Orang di desa-desa memang belum masuk ke digital, tapi nanti semua akan masuk ke digital. Layanan internet saat ini masih terbatas, tapi 5-10 tahun lagi sudah berbeda lagi. Itu yang dikejar oleh mereka (investor),” kata Piter kepada Katadata.co.id.

Piter pengatakan, investor tidak menunggu inklusi keuangan sudah 100%. Bahkan, dengan masifnya industri bank digital, malah mempercepat inklusi keuangan nantinya. “Jadi bukan menunggu inklusi sudah 100% baru digital. Digital ini yang membantu percepatan inklusi keuangan,” katanya.

Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani berpendapat, fenomena ketertarikan investor pada bank digital, akan diikuti oleh seleksi alam. Pasalnya, bank digital harus memiliki ekosistem agar mampu bersaing dengan bank digital lainnya. “Digital bank kalau tidak punya ekosistem berat ya,” kata Aviliani kepada Katadata.co.id.

Aviliani menilai, kegiatan bisnis bank digital mayoritas menggarap sektor ritel, baik sistem pembayaran maupun pemberian pembiayaan alias kredit. Sehingga, bank harus masuk ke dalam ekosistem digital, karena nasabah ritel sasaran bank digital berkecimpung di dalamnya. Untuk itu, Aviliani menilai, tidak mudah menyulap bank kecil menjadi bank digital

“Sekarang saya lihat euforia orang yang membuat bank digital. Namun, pada akhirnya akan seleksi alam. Bank digital itu perlu modal besar, jadi tidak bisa asal bikin bank kecil menjadi bank digital,” kata Aviliani

Jerry Ng pernah menjelaskan alasannya mengakuisisi bank kecil yaitu Bank Artos (kini bernama Bank Jago) untuk dijadikan digital, bahkan bank tersebut tidak memiliki teknologi sama sekali. Menurutnya melakukan perubahan, menambah, atau membangun teknologi di atas teknologi yang sudah ada sebelumnya, jauh lebih susah dibandingkan dengan membangun dari nol.

"Lebih gampang membangun rumah baru dari pada merenovasi. Jadi sebetulnya pemilihan dari pada Bank Artos, merupakan suatu keputusan yang strategis," kata Jerry.

Adapun, pemanfaatan ekosistem oleh bank digital sudah masuk dalam cetak biru PT Bank Harda Internasional Tbk. Bank ini siap bertransformasi menjadi bank digital setelah proses akuisisi oleh PT Mega Corpora, milik pengusaha Chairul Tanjung pada 15 Maret 2021. Mega Corpora memegang 3,08 miliar unit saham Bank Harda atau setara 73,71%.

Fokus bisnis dalam tahap pertama setelah diakuisisi Mega Corpora, Bank Harda akan menggarap komunitas dari CT Corp. Komunitas ini bisa menjadi keunggulan Bank Harda dibanding bank digital lainnya.

CT Corp memiliki banyak segmen bisnis, mulai dari yang terkait dengan bisnis keuangan, media, retail, makanan dan minuman, pariwisata, perhotelan, dan perkebunan. Segmen tersebut sangat potensial untuk digarap Bank Harda.

Pemanfaatan ekosistem yang sudah ada, juga masuk dalam rencana pengembangan layanan digital bank oleh PT Bank MNC Internasional Tbk yang sudah mengantongi izin menjalankan aplikasi Motion. Strategi Bank MNC untuk mencapai target 10 juta nasabah dalam setahun, melalui sinergi dan pemanfaatan basis pengguna (user base) di Grup MNC, terutama di sektor media.

Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo menilai ekosistem yang dimiliki grup saat ini juga bisa membuat Bank MNC bersaing dengan bank konvensional lain yang juga memiliki layanan digital. Jika tidak memiliki ekosistem tambahan yang bisa disinergikan, perkembangan pengguna layanan digital bank konvensional akan terbatas pada nasabah lama saja.

"Karena perlu upaya promosi yang besar. Promosi itu mahal, Indonesia ini luas dan juga gimmick yang tentunya tidak murah juga," kata Hary dalam paparan publik, Rabu (9/6).

Sementara itu, Bank MNC memiliki ekosistem yang sudah ada di grupnya. Melalui bisnis media massanya, Bank MNC memiliki sarana untuk melakukan promosi yang sangat kuat. Sehingga, untuk membangun kesadaran (awareness), Hary sangat percaya diri bisa dilakukan dengan jauh lebih mudah.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin
Editor: Lavinda
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...